Part 36

22 7 0
                                    

Trian terus melajukan motornya, namun ia tidak tahu tujuannya kemana. Mengendarai motor dengan pikiran yang berkecamuk memang cukup mengganggu konsentrasi. Jika biasanya ada lubang kecil atau jalanan tidak enak saja ia hindari, ini lubang cukup besar ia terobos begitu saja sampai motornya oleng dan membuatnya terjatuh bersama motornya.

Ia meringis pelan, seraya berusaha menarik kakinya yang tertindih motor. Trian menghela napas berkali-kali, memejamkan matanya sejenak dengan kepala mendongak. Lalu diusapnya tangan kirinya yang terasa sangat sakit.

Trian berusaha untuk mengangkat motornya namun terasa susah. Sebelum akhirnya ada sebuah mobil berhenti tidak jauh darinya. Lelaki dalam mobil tersebut keluar dan mengangkat motor Trian. Yang membuat Trian terkejut, laki-laki itu adalah Ardi - papa Audy.

"Kamu nggak papa?" Tanya Ardi seraya memegang bahunya

"Nggak papa om." Jawabnya seraya menggeleng kecil

"Duduk di situ dulu!" Titah Ardi kemudian ia kembali ke mobilnya mengambil air minum, sementara Trian duduk di kursi depan sebuah ruko yang tengah tutup.

"Minum dulu." Ardi bahkan telah membuka botol minumnya untuk Trian,

Trian meminum dua cegukan, "Terimakasih banyak ya om?"

"Sama-sama. Lain kali hati-hati kamu! Musim hujan seperti ini jalanan licin."

Trian lagi-lagi mengangguk, "Iya om."

Tak lama kemudian turun gerimis tipis-tipis yang membuat hawa malam pada saat itu semakin dingin. Sementara Trian hanya mengenakan kaos pendek saja karena memang ia tak sempat mengambil jaket. Ya kali kan, mau kabur pake acara ngambil jaket dulu.

"Tangan kamu sakit ya?" Tanya Ardi saat melihat Trian terus memegangi tangannya disertai ringisan pelan yang sampai pada telinganya. Belum sempat Trian menjawab, Ardi kembali mengeluarkan suara. "Kamu pasti tidak mungkin naik motor dengan keadaan tangan sakit kayak begitu, mari ikut saya!"

"Nggak usah om, makasih. Trian bisa telpon supir rumah kok."

"Tangan kamu perlu diurut Trian, ikut saja ke rumah saya! Kebetulan art saya bisa mengurut tangan yang sakit seperti ini. Biar cepat sembuh." Ardi beranjak dari duduknya

Jujur Trian merasa tidak enak, namun di satu sisi ia berpikir lagi. Jika ia menerima tawaran Ardi, berarti ia nanti akan bertemu Audy. "Sudah Trian, ikut aja ya? Motormu nanti gampang. Tidak usah dipikirin."

Pada akhirnya Trian mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Di dalam mobil suasananya terasa begitu canggung. Ardi tidak mengeluarkan suara, sementara Trian merasa segan untuk memulai berbicara.

"Trian."

Trian yang sedari tadi melamun seraya menatap jalanan sedikit terjingkat dan langsung menoleh pada Ardi, "Iya om?"

Ardi terdiam beberapa detik, lalu Trian mendengar helaan napasnya. "Saya, mau minta maaf sama kamu."

Ardi yang meminta maaf, namun Trian yang merasakan detak jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. "Minta maaf soal apa om?"

"Malam itu, waktu kamu mengantar Audy ke rumah. Maafin saya yang udah berkata tidak enak sama kamu, maafin saya juga yang selalu berpikir negatif tentang kamu."

"Nggak papa om, om nggak perlu minta maaf. Itu memang saya salah, saya yang kurang tegas sama Audy. Lagipula orangtua mana yang tidak marah kalo tau anak gadisnya pulang malem kayak gitu? Saya juga minta maaf om."

Ardi tersenyum seraya menatap Trian sekilas, Trian juga ikut tersenyum dan bernapas lega. Apa ini artinya ia dengan Audy bisa kembali seperti dulu lagi? Akan tetapi detik kemudian senyuman itu pudar mengingat kenyataan bahwa ia akan dijodohkan oleh papanya. Tapi Trian tidak akan diam begitu saja, setelahnya ia akan mencari segala cara agar perjodohan itu tidak sampai terjadi.

*****

Di sinilah Trian berada, duduk di sofa dalam sebuah rumah mewah. Lalu di sampingnya ada seorang wanita lansia yang tengah mengurut tangannya. Rasa sakit pada urutan di tangannya membuatnya teriak kencang secara tidak sadar. Ardi dan Reni hanya bisa menahan tawa.

"PELAN! PELAN!"

Padahal simbok, julukan art di rumah Audy. Sudah mengurutnya dengan gerakan paling pelan. Namun Trian tetap bergerak seperti cacing kepanasan. "ALLAHUAKBAR! MAMA!"

Suara tapak kaki terdengar, ternyata itu adalah Audy yang tengah menuruni tangga dengan piyama lucu bermotif bunga-bunga. Ia turun karena merasa ada suara teriakan yang membuatnya terheran-heran. Daripada penasaran akhirnya ia turun ke bawah.

Kemudian matanya dengan mata Trian bertemu, tetapi pada detik kemudian Trian memejamkan mata seraya menahan sakit pada tangannya. Audy membulatkan matanya dengan mulut terbuka lebar dan mendekat ke papa dan mamanya.

"Trian kenapa?" Tanya Audy dengan raut wajah shock

"Habis jatuh sayang, makanya tangannya diurut." Jawab mamanya

Audy hanya manggut-manggut saja dengan masih banyak pertanyaan yang mengepul di kepalanya.

"Sudah selesai." Ucap simbok

Trian kemudian menyender pada punggung sofa dengan napas terengah-engah seolah ia baru saja lari maraton.

"Udah mendingan kan mas? Pasti besok sembuh." Ucap simbok

Trian menggerakkan tangannya, "Iya, nggak sesakit tadi. Makasih ya? Maaf juga om tante tadi saya udah teriak-teriak."

Dipta terkekeh kecil, "Nggak papa Trian."

Audy menoleh ke papanya, kemudian menoleh ke Trian. Sebenarnya ada apa ini? Mengapa nada bicara papanya terdengar baik kepada Trian.

"M- motor saya gimana om?" Tanya Trian pelan

"Itu ada di depan. Tapi jangan pulang naik motor Trian. Biar nanti Pak Dadang yang mengantar kamu pulang, terus Mang Aji yang bawa motor kamu."

"Sekali lagi terimakasih banyak ya? Maaf juga Trian udah ngerepotin kayak gini."

"Tapi ada syaratnya Trian.."

"A- apa om?"

"Saya titip Audy sama kamu jika Audy berada di luar? Kamu nggak keberatan kan?"

Apalagi ini Ya Tuhan, jelas tidak keberatan lah. "Iya om, nggak kok."

Audy semakin melongo. "Trian gantiin Pak Dadang pa?"

Raut wajah Trian yang tadi sumringah detik itu juga berubah menjadi masam. Sementara papa tidak menghiraukan pertanyaan Audy, "Ya sudah Trian, kamu mau pulang sekarang?"

"I-iya om. Udah malam juga. Sekali lagi terimakasih banyak ya? Saya pamit pulang dulu. Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam."

Sudah ada Pak Dadang di depan dan Mang Aji yang tengah menggeber-geber motornya. "Buset mas? Enak banget gas - gasannya."

"Motor mahal itu Mang Aji! Hati-hati kalau bawa!" Teriak Dipta

Mang Aji mengacungkan jempol, Trian terkekeh pelan lalu salim kepada Dipta dan Reni secara bergantian sebelum benar-benar pergi dari sana. Ia tersenyum singkat pada Audy yang masih memasang raut wajah kebingungan.

-BERSAMBUNG-


Makasih yang udah bacaaa....
Pencet tombol bintangnya yaaaa

See u next part 🖤

[Not] Bad Boyfriend |END|Where stories live. Discover now