SW - 47

24.3K 2.7K 214
                                    

Akhirnya, Jeno bersama sang suami dan putranya tiba di taman rumah sakit, setelah mengunci kursi roda untuk Jaemin, sang dominan membantu Woobin turun agar bisa bermain di rerumputan hijau itu. Dia bawa tubuhnya untuk duduk disamping Jaemin.

Jaemin hanya bisa menarik nafas dalam, merasakan segarnya udara rumah sakit yang sudah lama tak ia rasakan. Dulu, dia bosan sekali harus menghirup udara yang ini-ini saja, bertemu orang menyebalkan di rumah sakit. Tapi sekarang, aroma obat-obatan rumah sakit yang khas membuatnya rindu.

Jeno menoleh saat Jaemin tetap diam dengan pandangan kosong, mungkin masih menikmati udara segar untuk sesaat, dia pun kembali melihat Woobin yang sudah duduk di atas rumput bermain dengan kelinci yang di bebaskan disana.

“Mam ni yaa” Ucap Woobin seraya memberi dedaunan kering pad kelinci berwarna putih dengan corak abu-abu didepannya.

Jeno tersenyum melihat putranya, sebentar lagi dia akan menjadi balita yang menggemaskan, dia sudah cerewet, sudah pintar dalam dididikan sang suami, Woobin tumbuh sangat baik dan dia beruntung putranya menemukan Papa pengganti yang menyayanginya.

Lantas, Jeno putuskan menoleh lagi ke arah Jaemin. Mereka terlalu lama diam dan tak membicarakan apapun sementara waktu terus bergulir. Dia bawa tangannya naik, menggenggam jemari Jaemin yang memegang pinggiran kursi roda hingga membuat si empunya menoleh.

“Kau suka?” Tanya Jeno lembut, menatap sang suami yang sudah memandang kosong putranya didepan.

Jaemin hanya menoleh sekilas, tak berniat menjawab sama sekali lalu kembali menatap Woobin.

“Aku rindu udara ini” Jawab Jaemin dengan suaranya yang parau.

“Saat kuliah, Ayahku berusaha keras agar aku bisa magang disini karena Ayah tahu aku ingin bekerja disini...” Jaemin mulai bercerita, memutar kilas balik dirinya dengan mendiang sang Ayah.

“Aku juga bekerja sangat keras untuk bisa bekerja disini, hingga akhirnya impianku tercapai. Aku bahagia bukan main saat itu” Jaemin kembali bercerita dengan senyum bahagia, mengingat kali pertama dia datang ke sini dengan gelar Dokternya.

“Saat hari pertama bekerja, aku melakukan operasi usus buntu, selepas itu, Ayah meminjam uang kepada bosnya karena belum waktunya terima gaji, Ayah membawaku makan dan bertanya ‘bagaimana operasi pertamamu? Apakah teman-temanmu bersikap baik?’ dan lain sebagainya. Waktu itu, aku merasa Ayah sangat cerewet” Kekeh Jaemin di akhir kalimatnya, mengingat betapa dia kesal sekaligus rindu pada sosok itu.

“Ayahku selalu mendukung hal sekecil apapun yang aku lakukan... Dia selalu memberikan apresiasi meski itu adalah hal-hal yang sederhana. Seperti itulah aku merawat Woobin”

“Seandainya hari itu Ayah masih ada...” Lirih Jaemin dengan wajah memerah, keceriaannya berubah menjadi kepedihan mengingat bagaimana hari itu dia di hancurkan.

Tangan Jeno yang semula menggenggam jemari Jaemin, naik dan mengusap punggung suami cantiknya kala melihat pria itu rapuh dan hampir terisak, mencoba menenangkan Jaemin.

“Tidak, Ayah memang tidak seharusnya ada hari itu, aku tak bisa membayangkan akan sehancur apa dia jika dia berdiri dipersidangan kala itu” Isak Jaemin.

“Aku menerima tawaranmu hari itu, ku kira aku bisa hidup setidaknya menghirup udara segar, tanpa ketakutan. Tapi siapa sangka bahwa aku berakhir di pukuli”

Jeno yang ikut hancur, memajukan duduknya dan merengkuh Jaemin, dia biarkan Jaemin terisak di dadanya. Jeno tahu bahwa berat bagi Jaemin untuk terus memutar kisah yang telah lalu, ini hanya masalah waktu bagi Jaemin agar bisa menerima semuanya.

Setelah Jaemin berhenti terisak, dia tarik tubuh mungil itu agar menatapnya. Dengan wajah yang sudah kacau, Jaemin mendongak menatap Jeno, dia sedikit terkejut saat Jeno membawa tangannya menuju dada bidang sang dominan.

Surrogate Wife [NOMIN]✓ [READY PDF]Where stories live. Discover now