8. Si Manis

2.6K 260 49
                                    

🔫 Agam

"Ndan."

"Kenapa, Gas?"

"Hari ini, Pak Komandan jadi vaksin booster dosis kedua?"

"Harusnya sudah. Tapi karena ada anggota yang tak setia. Ya vaksin buatku, jadi baru hari ini."

Bagas langsung cengengesan. Karena Bagas pasti sadar kalau aku baru saja memberikan sindiran.

"Mohon maaf, Ndan. Kemarin, bagian gebetan lagi kosong, jadi saya langsung gerak cepat sekali untuk masuk ke sana. Biar acara PDKT bisa semakin lancar."

Aku mendengus dan langsung bangkit berdiri. Lalu lekas meninggalkan Bagas yang pasti akan menyampaikan berbagai macam bentuk alibi.

"Halah. Nggak usah banyak alasan. Sekarang, kamu memang mulai jadi nggak setia sama aku."

"Mohon maaf, Ndan. Yang kemarin itu bagian dari keadaan darurat. Jadi sesuatu yang tidak bisa diprediksi."

"Keadaan darurat, apa karena sedang mengejar kesempatan?"

"Ya dua-duanya, Ndan."

"Berarti kamu memang nggak setia. Mentang-mentang udah dapat incaran, langsung lupa sama aku."

Bagas makin cengengesan di sisiku. "Pak Komandan tetap yang paling utama dong."

"Nggak percaya."

"Masa Pak Komandan jadi ragu dengan saya? Nggak boleh gitu dong, Ndan."

"Ya gimana nggak ragu? Kalau soal jadwal vaksin saja, aku langsung ditinggal. Nggak dikasih kabar. Soalnya kamu sibuk pacaran."

"Belum jadian, Ndan. Jadi Pak Komandan harus doakan ya, semoga Asri mau jadi Ibu Persit untuk saya."

"Lepas ah."

Aku berontak.

Tapi Bagas malah semakin erat merangkul lenganku.

"Nggak boleh ngambek, Ndan. Hari ini, Pak Komandan mau vaksin. Jadi Pak Komandan harus tenang. Biar tekanan darah dan denyut jantungnya normal."

"Kalau tekanan darahku sampai bisa jadi tinggi, berarti gara-gara kamu!"

Tapi bentuk sungutanku malah membuat Bagas makin berani meledekku.

"Saya temani, Ndan. Jadi Pak Komandan nggak akan suntik vaksin sendirian."

"Nggak perlu!"

"Yakin udah berani?"

"Memang kapan aku takut?"

"Saya masih ingat ya, nggak akan mungkin lupa, gimana setiap habis suntik, Pak Komandan pasti akan langsung ngomel-ngomel."

"Ya itu kan ngomel-ngomel. Bukan berarti takut."

"Ya tetap bisa disebut takut dong, Ndan. Soalnya ngomel-ngomelnya bentuk alibi biar nggak ketahuan mau nangis."

"Halah. Kamu juga takut setiap kali mau disuntik."

"Ya itu makanya kemarin saya maunya disuntik sama Asri, Ndan. Biar kalau takut, bisa sekalian modus."

"Bagas! Sini kamu. Jangan kabur! Kupiting biar kapok!"

Tapi ini Bagas.

Jadi tentu saja bahwa anggotaku yang satu ini beraninya juga begitu luar biasa.

Memang dasar.

Kepergian Bagas membuatku jadi langsung menarik napas sepanjang yang aku bisa. Untuk mengurai setiap degup kencang yang tiba-tiba jadi kurasa.

Ya ampun.

Prawira Laksamana ✔Kde žijí příběhy. Začni objevovat