41. Siapkan Serangan

1.8K 204 19
                                    

💉 Amalia

Akhirnya, pasien terakhir untuk siang ini selesai juga.

Baru menyandarkan tubuhku, tiba-tiba ada seseorang yang sudah mengetuk pintu ruang kerjaku.

"Permisi, dokter Amel."

Dari suara riangnya, aku jelas sudah langsung bisa menebak siapa orangnya.

"Ya. Masuk aja, Ras."

Jadi segera menegakkan posisi dudukku, tanda setuju dariku sudah langsung dibalas dengan senyum secerah mentari dari Laras yang kini sudah cengengesan di hadapanku.

"Kamu kenapa? Habis dapat traktiran dari siapa sampai kamu jadi kelihatan happy banget kaya gitu?"

Laras makin mengembangkan senyumannya. Tapi bingkisan yang Laras bawa, juga jawaban teramat ceria darinya, malah membuatku jadi langsung membulatkan kedua mata.

"Iya dong. Happy banget. Soalnya, siang ini, semua timnya dokter Amel, dapat traktiran makan siang dari Bapak Komandan Ganteng, Agam Prawira Laksamana."

"Mas Agam ke sini?"

Laras langsung mengangguk semangat sekali. "Iya, dok. Sekarang, Pak Komandan Ganteng, lagi ada di sini. Nih. Barusan, kasih menu bento isi daging lengkap sama minuman dan dessert juga. Buat semua timnya dokter Amel."

Wah.

Ada kejutan apa ini?

Kenapa kedatangan Mas Agam terasa tiba-tiba sekali?

"Jadi, ini buat aku?" tanyaku pada Laras soal bingkisan dalam paper bag yang ada di atas meja kerjaku.

Tapi Laras malah menggeleng dan langsung merebut kembali paper bag yang ia bawa.

"Oh, ya jelas tidak dong, dok. Yang ini, punya saya."

"Terus, kalau itu memang buat kamu, kenapa kamu bawa ke sini?"

"Kan mau pamer, dok. Saya lagi mau sok, soalnya habis dapat makan siang dari Komandan Ganteng. Yang selain bisa bikin kenyang, juga bisa buat makin kuat untuk menghadapi kenyataan."

Aku mencibir, tapi terkekeh juga karena bualan yang Laras katakan.

"Jadi buat aku, nggak ada nih?"

"Ya jelas ada dong, dok. Nggak mungkin, nggak. Karena Pak Komandan Ganteng datang ke sini, ya jelas pasti karena mau ketemu sama dokter Amel."

"Terus? Yang buat aku, mana?" kataku merajuk sambil menengadahkan kedua tanganku. Yang malah dibalas dengan kekehan oleh Laras yang kini sudah menepuk telapak tanganku.

"Kata Pak Komandan Ganteng, jatah buat dokter Amel, harus diambil sendiri. Nggak boleh diwakilkan. Nanti nggak sah."

Astaga.

Gemasnya.

Jadi segera bangkit berdiri dari dudukku, aku benar-benar langsung tertawa karena Laras sudah heboh sekali mencolek-colek lenganku.

"Kenapa si, Ras? Hebohnya bukannya reda, malah makin bertambah."

Laras makin cekikikan di sisiku.

"Ya habisnya, gimana?"

"Kenapa? Gimana apanya?"

Suara kikikan Laras sungguhan makin jelas dalam pendengaranku. Sebuah tanda teramat jelas bahwa setelah ini pasti ada godaan yang ingin Laras lontarkan untukku.

"Aduh. Dokter Cantik, memang beneran udah berhasil menaklukan Mount Everest ya. Gunung esnya udah mencair nih sekarang. Udah lumer, ditambah jadi manis pula. Dari yang kakunya kebangetan, sekarang, udah bisa modus biar bisa ketemu sama yang tersayang."

Prawira Laksamana ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang