25. Tanda Cinta

2K 213 70
                                    

🔫 Agam

Malamnya semakin terasa gelap gulita. Seperti tak ada cahaya. Saat perasaan sesakku masih saja digerogoti oleh berita buruk pernikahan dokter Amalia.

Benarkah Dokter Amalia akan menikah?

Gadis sholihah yang berhasil menempati posisi cinta pertamaku akan jadi seorang pengantin?

Tapi kenapa?

Kenapa berita ini harus kuterima ketika aku sedang menjalankan tugas negara?

Mengapa harus kudengar ketika aku sedang berada di tempat jauh dan tak bisa segera bertemu tatap dengan dokter Amalia?

Kenapa?!

Meremat kuat bagian dadaku, rasanya hatiku sedang sakit sekali seperti dihujam beribu macam peluru.

Apalagi saat kilasan balik semua interaksiku bersama dokter Amalia kembali berputar dengan begitu lancar dalam pikiranku. Bagai tayangan sebuah video yang makin memberikan tancapan pisau di dalam hatiku.

Sangat indah. Tapi berita pernikahan dokter Amalia seakan memintaku untuk segera menyerah.

Aku belum mengungkapkan perasaanku. Tapi kenapa cinta pertamaku seperti tak bisa kudekap dalam rengkuhanku?

"Tapi Shilla jangan panggil Tante dong."

"Terus, Tante Dokter mau dipanggil apa? Kakak?"

"Jangan Kakak juga. Nanti dikira baru lulus SMA."

"Kalau bukan Tante sama Kakak, terus, mau dipanggil apa?"

"Bunda."

Senyumku kini berubah jadi sendu. Seiring dengan tangis yang mulai membasahi wajahku.

Aku menangis.

Benar-benar mengeluarkan derasnya air mata. Sebab ketakutanku yang tak mau kehilangan kesempatan menikahi dokter Amalia.

Perih sekali. Saat kembali disadarkan bahwa aku benar-benar belum menjelaskan perasaan jatuh cintaku selama ini.

"Bunda? Kenapa harus dipanggil Bunda?"

"Iya dong. Biar serasi."

"Maksudnya?"

"Iya. Biar serasi sama Pak Komandan."

"Pak Komandan?"

"Iya. Pak Komandan yang ini."

Obrolan dokter Amalia bersama keponakanku tercinta, Arshilla. Hal teramat mengejutkan yang membuatku semakin terpana dengan keberanian dokter Amalia.

" ... Shilla harus panggil jadi Bunda. Bukan Tante. Biar serasi. Kan Shilla udah panggil Ibun sama Papa. Terus punya Bapak dan Ibu juga. Jadi, biar makin komplit, ditambah Ayah dan Bunda. Bundanya, Bunda Amalia. Terus, Ayahnya, ada Pakdhe Gantengnya Shilla, nanti dipanggil jadi Ayah Agam."

Ayah.

Bunda.

Panggilan teramat manis yang membuat bayanganku seperti langsung terbang ke angkasa.

Aku menyukainya.

Sangat.

Sampai rasanya aku ungin segera mewujudkannya. Supaya aku bisa segera mendapatkan panggilan ini dari dokter Amalia. Juga tentu saja, putra-putri yang semoga akan Allah anugerahkan untuk kami berdua.

Bayangan indahku sudah sampai sejauh itu. Tapi kenapa berita menyakitkan ini yang sekarang jadi menghancurkan semua impianku?

Katanya aku akan jadi seorang Ayah?

Prawira Laksamana ✔Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora