58. Punya Siapa?

1.8K 180 20
                                    

💉 Amalia

"Laras curang banget, dok. Ternyata, dari kemarin Laras diam aja waktu ditanyai gimana model bajunya, karena Laras lagi memantau, biar model baju bridesmaids punya Laras jadi paling bagus di antara kita semua. Nyebelin banget emang si bontot ini. Akal cerdiknya emang bisa selalu ada aja. Nggak habis-habis."

Pelaku utama yang sejak tadi sedang mendapat nada protes dari Mba Asri malah masih saja begitu berani cengengesan dan memasang senyum tanpa dosanya.

Memang jagoan sekali Bidan ceria yang satu ini.

"Oh, ya jelas dong. Ingat ya, Mba. Mba Asri juga udah mau nikah. Udah punya calon suami. Jadi, Mba Asri nggak perlu genit lagi mau tebar pesona di kondangan. Udah cukup, Mba. Nggak boleh lupa kalau udah punya pawang."

Aku dan dokter Alta langsung tertawa, sebab Duo Upin Ipin Syariah ini yang memang pasti bisa selalu berebut tentang segalanya. Tak ada yang mau mengalah dengan mudah jika itu berkaitan dengan hal yang mereka suka.

"Ya tetep aja dong, Ras."

"Apa, Mba?"

"Aku juga tetep pengin kelihatan cantik di pesta pedang poranya dokter Amel dan Pak Komandan."

"Cukup, Mba. Mba Asri nggak boleh serakah. Jangan mengurangi jatah pilihan untuk single berdedikasi seperti diriku ini."

"Lagakmu!"

Laras malah makin cengengesan. "Ya iya dong, Mba. Cowok-cowok lajang berkualitas, yang belum punya pasangan, biar lirik aku aja. Mba Asri yang sudah punya calon suami, cukup tenang, mendoakan, dan kasih dukungan yang banyak buat aku. Kaya dokter Alta dong. Yang tetap anggun, dan nggak repot cari model baju kaya Mba Asri."

"Ya aku mah sadar umur. Emang udah bukan waktunya lagi buat rempong kaya gitu. Yang penting jahit, beres, ya udah, pakai. Dandan. Modelnya, bebas. Paling penting, harus bisa menutupi bagian perut buncitku ini. Itu aja. Soal yang lain, aku nggak pernah ambil pusing."

Nada suara Laras makin menggebu-gebu karena jawaban begitu diplomatis dari dokter Alta.

"Nah. Tuh, didengar baik-baik, Mba. Begitu, ciri istri sholihah. Sadar sudah punya suami, ya gaya berpakaiannya, syari. Menjaga diri dengan benar. Karena cantiknya hanya ditunjukan paling sempurna untuk pasangan."

"Halah. Lagakmu udah kaya paling paham aja." Ternyata, sungutan dari Mba Asri belum kunjung mau reda.

Dan tawa Laras langsung terdengar sangat menggelegar. "Iya dong. Memang harus semangat banget kalau lagi kasih afirmasi yang benar buat Mba Asri. Biar Mba Asri nggak rese. Dan biar aku aja yang genit di nikahannya dokter Amel."

"Duh. Kalau kamu bukan bontot, udah kuajak berantem kamu, Ras. Serius. Nggak pakai bercanda ini mah. Hayuk, langsung duel aja kita."

"Ayo, tarik napas yang panjang, Mba. Biar nikah nanti, keriputnya nggak makin nambah."

"Memang bontot semprul!"

Tawa meledek dari Laras langsung berhenti. Begitu juga dengan gerakan tangan dari Mba Asri. Sebab mendengar nada dering ponselku yang sudah nyaring sekali.

"Ada telepon, dok."

"Iya."

"Dari siapa, dok?" tanya Laras langsung semangat sekali, saat melihat senyumku yang sudah merekah saat ini.

"Dari calon suami."

Mendengar jawaban teramat ceria dariku, Laras langsung heboh sekali menepuk-nepuk meja kerjaku.

"Aduh. Ayo, pasukan, semuanya diam. Kondisikan keadaan dengan sangat tenang. Jangan sampai ada yang berisik. Biar kita bisa nguping isi pembicaraan pasangan calon pengantin paling fenomenal."

Prawira Laksamana ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang