13. Ayank

2.5K 249 80
                                    

💉 Amalia

"Dok."

"Iya, Laras."

"Habis ini, dokter Amel mau ke mana?"

"Pulang dong. Udah kangen banget pengin cepet rebahan di kasur."

Aku langsung terkekeh setelah mendengar helaan napas super panjang dari Laras karena jawabanku.

"Wah, surga dunia banget. Malam minggu, dan nggak ada jadwal jaga malam. Berasa dunia lagi segar banget ya dok udaranya."

"Iya dong. Serasa paru-parunya lagi penuh banget sama oksigen. Lega luar biasa."

Jawabanku membuat Laras makin menggerutu di sisiku. "Ah, dokter Amel jangan makin manas-manasin kaya gitu dong."

"Sengaja, Ras. Biar jaga malammu nanti makin semangat."

"Malah jadi iri. Soalnya terngiang-ngiang pengin ikut rebahan juga. Mau lurusin punggung biar nggak bunyi kretek-kretek mulu."

Belum sampai memberikan balasan jawabanku, ternyata dering ponsel jadi menjeda obrolanku.

"Sebentar ya, Ras. Ada telepon."

"Oke, dokter Amel. Silakan."

Menganggukan kepalaku untuk Laras yang kembali sibuk merapikan semua peralatan. Senyum bahagiaku langsung terkembang dengan begitu sempurna saat melihat siapa nama penelepon yang kini sedang melakukan panggilan.

Yang tersayang.

Jadi dengan senyum begitu ceria, panggilan telepon sudah langsung kuterima.

"Mas Ai!"

Di seberang sana, aku mendengar kekehan begitu ceria. Suara tawa yang sudah sangat kurindukan keberadaannya.

"Salam dulu, Dek."

Aku langsung cengengesan.

"Maaf, Mas. Ditelepon Mas Ai, aku jadi terlalu bersemangat nih."

"Kamu mah emang dasar. Bisa ribut banget emang hebohnya. Jadi ayo, mana salamnya buat Mas Ganteng?"

Kekehanku jadi kembali mengudara, seiring dengan panggilan sayang yang sudah langsung kuberikan dengan begitu ceria.

"Assalamu'alaikum, Mas Aidan Ganteng. Udah sampai mana nih?"

"Wa'alaikumsalam, Adek Amel Cantik. Coba, sekarang, kamu langsung tengok kanan kalau mau tahu apa jawabannya."

"Tengok kanan?"

"Iya dong. Tengok kanan aja. Pelan-pelan. Nggak usah cepet-cepet biar lehermu nggak sakit."

Menolehkan kepalaku, bulatan mataku jadi langsung sempurna sekali saat menangkap keberadaan Mas Aidan yang kini sudah melambaikan tangannya padaku.

Aduh.

Makin ganteng aja nih kesayanganku yang satu ini.

Jadi segera mematikan panggilan telepon yang tadi sedang kuterima, langkah kakiku kini sudah langsung berlari dengan panggilan yang kulakukan dengan penuh suka cita.

"Mas Ai!"

Mas Aidan langsung terkekeh saat aku sudah sampai di hadapannya.

"Umur udah mau 25 tahun. Tapi kalau lagi sama Mamas, tetep aja kaya anak TK."

"Iya dong. Soalnya aku lagi mau minta uang saku."

"Iya. Oke. Nih. Ambil sendiri mau seberapa banyaknya," kata Mas Aidan yang sudah langsung meletakkan dompetnya di atas telapak tanganku yang sudah terbuka.

Prawira Laksamana ✔Where stories live. Discover now