68. Warna Cinta

1.7K 164 20
                                    

💉 Amalia

Waktu beberapa bulan telah berlalu, dan aku benar-benar telah kembali sibuk menjadi seorang mahasiswa untuk menempuh pendidikan lanjutanku.

Padat sekali. Tapi jadi sebuah rutinitas yang sangat ku syukuri dan ku nikmati.

Menyelesaikan semua tugas kuliahku, senyum bahagia langsung terbit di wajahku, saat melihat nama suamiku tercinta muncul di layar ponselku.

MasyaAllah.

Ada telepon dari si Ganteng.

Jadi segera menyamankan posisi dudukku, senyum bahagiaku makin terkembang dengan begitu sempurna saat suara teduh Mas Agam sudah masuk ke dalam indera pendengaranku.

Aduh.

Jadi makin kangen.

"Assalamu'alaikum, Mas."

"Wa'alaikumsalam, istri sholihah. Bumil hebat. Sayang lagi apa?"

Maka tanpa perlu menunggu waktu lama, kikikan geli dariku jelas langsung mengudara. Gemas dan bahagia sekali karena mendapatkan runtutan panggilan sayang yang selalu diberikan oleh suamiku tercinta.

"Duh. Langsung lengkap banget ya panggilnya. Bikin makin kangen aja nih."

Di seberang sana, Komandan Tampan kesayanganku jadi tertawa.

Memang makin ganteng aja Perwira kesayangan keluarga Laksamana.

"Iya dong. Memang sengaja. Biar nanti, waktu Ayah pulang, langsung disambut sama duo gemes."

"Pasti dong. Ini, yang di perut, udah langsung nendang-nendang nih, Yah."

Mengarahkan kamera ponselku ke arah bagian perut besarku, seruan gemas dan penuh suka cita dari Mas Agam langsung menghangatkan hatiku.

"MasyaAllah. Anak sholih. Anak pintar. Anak kuat. Anak hebat. Anak Ayah Bunda, lagi apa, sayang? Nendangnya kok langsung kenceng banget kaya gitu? Hm? Pelan aja ya, sayang. Biar Bunda nggak sakit."

Senyum bahagiaku jelas makin merekah saat ini. Sempurna sekali. Sebagai tanda bukti, betapa aku menyukai semua momen berhargaku bersama semua orang yang selalu sangat ku sayangi.

"Iya, Ayah. Bunda nggak papa."

Kataku terharu luar biasa, saat usapan lembut dariku seperti langsung dimengerti oleh buah hatiku tercinta. Karena setelah aku melakukannya, tendangan dari si bayi hebat langsung bisa sedikit mereda. Seakan bayi di dalam rahimku sedang ingin berkata, "Maaf, Bunda. Pelan-pelan ya. Soalnya, Mamas lagi super bahagia."

Memang anak sholih kebanggaannya Ayah Tentara.

"Pintarnya. Anak siapa si ini?"

"Juniornya Agam Prawira Laksamana dong."

Tawa Mas Agam makin mengudara. Saat suara penuh bahagia dari Ibu juga ikut berbaur bersama lantunan rindu dari kami berdua.

"Cucu gantengnya Uti, sehat-sehat ya, sayang. Sebentar lagi, Ayah pulang nih. Udah bawa jajan banyak buat Bunda dan Mamas."

"Iya, Uti. Segera, sebentar lagi, Mamas mau minta dibuatin bolu pisang juga ya, Uti. Boleh?"

"Wah, Boleh banget dong. Buat anak cantik, sama cucu ganteng, Uti pasti selalu siap. Yang penting sehat semuanya. Mau bolu pisang. Bolen pisang. Pisang goreng. Atau pisang apa aja, nanti Uti sama Kakung belikan. Itu, kebunnya Mamas, udah banyak juga tanamannya. Tinggal panen aja."

Prawira Laksamana ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang