56. Pedas & Panas

1.8K 196 41
                                    

🔫 Agam

Sampai di dekat pintu ruang kerjaku, aku jadi menggeleng-gelengkan kepalaku, sebab sudah langsung melihat keberadaan Bagas yang kini sedang tersenyum dengan begitu lebar karena menunggu kedatanganku.

Apa sebenarnya keinginan anggotaku yang satu ini?

Kenapa senyum merekah Bagas sudah langsung lebar sekali?

"Ngapain kamu di sini?" pertanyaan yang langsung meluncur karena Bagas dan cengirannya yang sungguhan teramat berani.

"Mau nyambut yang habis baikan dong."

Maka dengusan sengitku jelas tak bisa lagi dielakan. "Tahu dari siapa kamu?"

"Ya jelas informasi valid dari calon istri dong."

Aku melanjutkan langkah kakiku, diiringi Bagas yang sudah ikut masuk ke dalam ruang kerjaku.

"Pasti, dari Bidan Asri."

"Ya jelas, Ndan. Telepon waktu istirahat tadi, calon istri yang langsung menceritakan, kalau katanya, habis ada adegan romantis di Rumah Sakit dari Komandan Agam."

Aku jadi menunjukan senyum tipisku,  saat teringat kembali tentang bagaimana rona wajah bersemu dari calon istriku.

"Ya, Gas. Alhamdulillah. Akhirnya, aku udah sadar tentang apa alasan utama Amel jadi bisa marah banget sama aku."

"Ya, Ndan. Ini, selain karena mungkin memang bentuk ujian sebelum pernikahan. Tapi yang namanya wanita, memang tak pernah suka jika ada yang ingin mengganggu pria kesayangannya."

"Kamu tahu?"

Bagas langsung menunjukan anggukan kepalanya untukku. "Jelas tahu, Ndan. Dan bukan hanya saya, tapi atasan juga. Karena Komandan Agam juga pasti sadar betul, bahwa tindak tanduk kita sebagai seorang Prajurit, pasti akan selalu mendapatkan pengawasan ketat. Tak mungkin tindakan keliru akan dibiarkan begitu saja. Apalagi jika itu sudah kentara sekali bisa mencoreng nama baik kesatuan."

"Ya, Gas. Kamu benar. Itu makanya, aku nggak pernah risau dengan semua hal yang akan Bu Ninda lakukan. Karena sebelum aku yang bertindak, aku jelas tahu, bahwa atasan yang akan lebih memberikan hukuman berat bagi setiap Prajurit yang melanggar."

"Ya, Ndan. Betul sekali. Jadi tenang saja, Ndan. Cukup jaga dan pastikan kebahagiaan calon istri kita. Urusan dinas, jelas ada badan pengawas yang akan bisa memberikan semua bentuk pelajaran berharganya."

Aku jadi terkekeh bersama Bagas. "Makin pinter aja kamu, Gas."

"Sebenarnya, udah pinter dari dulu, Ndan. Tapi kalau soal cinta, apalagi soal cemburunya wanita, kita laki-laki memang sering banget bisa jadi lola. Iya nggak, Ndan? Sudah coba dong sekarang?"

Maka kini aku jelas tahu, bahwa Bagas sedang ingin mencoba untuk menggodaku.

Memang dasar.

"Udah, sana. Nggak boleh berisik di sini. Ganggu."

Bagas terkekeh setelah memberikan tanda hormatnya padaku. "Siap, Ndan. Mari lanjutkan dinas."

"Ya. Silakan."

Tapi kepergian Bagas malah membuatku jadi menghela napas sepanjang-panjangnya. Karena langsung melihat Bu Ninda dan senyum merekahnya di sisi pintu ruang kerjaku sedang berada.

Kenapa Bu Ninda bisa ada di sana?

Dan apa lagi yang ingin Bu Ninda rencanakan dengan tatapan berbinarnya?

Tak mau menyambut kedatangan Bu Ninda, karena aku memang tak ingin berbicara apa-apa dengannya, akhirnya aku langsung memalingkan wajahku dan tak peduli meski diriku jelas sadar betul bahwa Bu Ninda sedang menatapku dengan tatapan memujanya.

Prawira Laksamana ✔حيث تعيش القصص. اكتشف الآن