🄺🅃🄷 13.2 : Fauxpology

241 20 3
                                    

“Saya diizinkan untuk membuat Ibu pulang dengan cara apa pun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Saya diizinkan untuk membuat Ibu pulang dengan cara apa pun.”

Annelyn yang mendengar ancaman yang serius dari nada suara Jatmiko mendengus kesal dan tidak memiliki pilihan lain selain melangkahkan kakinya dengan berat ke arah mobil.

Jatmiko itu tidak pernah bermain-main dengan ucapannya kalau Annelyn membantah bukannya tidak mungkin kalau Jatmiko akan mengerahkan empat bodyguard yang sudah standby di sekitar mereka untuk memaksa Annelyn ikut dan membuat keributan yang akan menarik atensi publik.

“Oke!!”

Sebelum pintu mobil tertutup Annelyn sempat berterima kasih kepada Oliver membuat asisten Jae itu melepas kepergian Annelyn dengan senyum sopan.

Disepanjang perjalanan menuju Keraton Regency tidak ada yang bersuara, Claude sibuk dengan tablet ditangannya dan Annelyn yang memandang keluar jendela mobil dengan mata memindai beberapa tahun tidak kembali Annelyn menemukan banyak sekali perbedaan –membuatnya berpikir kalau dia telah pergi terlalu lama–

Tiga puluh menit kemudian setelah mobil mereka berjibaku dengan kemacetan lalu lintas Ibukota akhirnya mobil yang mereka tumpangi mulai masuk ke kawasan hunian landed house di daerah Senopati, kompleks Keraton Regency tidak banyak berubah masih nyaman serta asri, dengan jalan komplek yang lebar dengan jarak antara rumah yang sedikit jauh tipe-tipe hunian prestisius tempat bermukim Orang Kaya Lama di Jakarta Selatan dan juga ekspatriat.

Mobil berbelok ke salah satu mansion bergaya France Neoclassical Architecture berpagar tinggi dengan lingkungan yang sangat asri dan tampak lenggang dari luar, mobil mereka berjalan pelan dan berhenti tepat di carport dengan dua maid yang sigap membuka pintu untuk mereka –sepertinya para maid telah menunggu kedatangan mereka.–

“Ann.”

Claude yang tahu bahwa kakaknya sangat gugup tanpa dikomando menggandeng lengan kakaknya membuat mereka berjalan berdampingan.

“Sudah siap.”

“Ya," Jawab Annelyn lirih, setelah mendapatkan lampu hijau dari Annelyn keduanya perlahan menaiki tangga untuk mencapai pintu utama.

“Bapak dan Ibu sudah menunggu di Ruang makan mari,"

Meninggalkan barang bawaan mereka, keduanya akhirnya berjalan menyusuri lorong untuk mencapai Ruang Makan dimana kedua orang tua mereka telah menunggu kedatangannya.

Maurice Sasongko yang melihat kedua anaknya telah sampai segera berdiri dan berjalan cepat untuk memeluk kedua anaknya tangisnya pecah begitu ia berhasil mendekap keduanya.

Saat pertama kali ia mendapatkan kabar bahwa pesawat yang ditumpangi Claude dan Annelyn – TWA 756– telah kehilangan kontak dengan Air Traffic Controller Perth International Airport dan diduga jatuh di Laut Indian hati Maurice hancur ia pikir ia akan kehilangan kedua anaknya dalam kecelakaan tragis yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.

“Mama sangat bersyukur kalian baik-baik saja.”

“Ma, Mama maaf kan kami.”

“Maaf membuat mama khawatir.”

Claude dan Annelyn hanya bisa memeluk Maurice lebih erat untuk memenangkan wanita paruh baya itu, Ibu mereka adalah tipe ibu berhati lembut dan sangat menyayangi mereka dan beliau hampir kehilangan dua anak nya sekaligus pasti membuatnya sangat terpukul.

“Lebih baik kamu berhenti Claude."

Abraham Sasongko akhirnya bersuara, pria paruh baya yang masih sangat gagah dan berwibawa di usianya yang menginjak lima puluh tahun itu meletakkan koran yang tadi dibacanya dan menatap tanpa emosi kedua anaknya.

“Dengan begitu kamu tidak akan membuat mama kalian khawatir dan bersedih seperti ini lagi. Ambil alih saja perusahaan Papa Claude and leave your job!” kata Abraham memerintah dengan dingin dan tidak berperasaan.

“Jangan mengganggu Claude lagi! Papa tidak puas setelah merenggut mimpi milik Annelyn?” kata Annelyn dengan cepat.

Annelyn yang terusik karena Ayahnya mulai mencoba mengusik Claude meninggikan suaranya, “Harus nya yang Papa katakan setelah melihat kami adalah bertanya kepada kami, tentang keadaan dan perasaan kami bukannya–”

“Oh I am sorry if you feel that way! tapi jangan konyol kamu Annelyn Papa melakukan segalanya untuk masa depan kamu! Apa kamu bilang tadi perasaan? tahu apa kamu tentang perasaan!.”

Annelyn tersenyum sinis, apa kata ayahnya tadi? I am sorry if you feel that way? Annelyn sangsi kalau ayahnya itu benar-benar meminta maaf atau tidak karena sejauh yang dia tahu meminta maaf dengan kalimat itu adalah salah satu cara pandang egosentris terhadap situasi yang sedang mereka hadapi. bukannya meminta maaf dan menyesal ayahnya malah seperti hanya mengatakan itu tanpa benar-benar menyesal dengan situasi ini.

“Mas–”

“Mereka harus tahu Ma perasaan kita! Mereka harus tahu kalau kedua orang tua mer cukup tersiksa setiap menunggu kepulangan mereka yang tanpa kepastian, dan mereka ingin kita melepaskan kedua anak kandung kita untuk duduk di kokpit dengan resiko kematian tinggi!”

Abraham Sasongko terengah-engah dia berdiri dengan kasar membuat suara decitan kaki kursi dan lantai marmer terdengar.

“Dulu atau sekarang Papa tidak menyesali keputusan Papa untuk tidak mengizinkan kalian menjadi seorang pilot terutama kamu Annelyn lebih baik Papa kamu benci daripada harus selalu merasakan tersiksa karena memikirkan keselamatan kalian setiap saat!”

Dengan kalimat marah itu Abraham berbalik untuk berderap keluar dari ruang makan meninggalkan keheningan mencekam diantara mereka yang tersisa di sana.

Dengan kalimat marah itu Abraham berbalik untuk berderap keluar dari ruang makan meninggalkan keheningan mencekam diantara mereka yang tersisa di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Keknya it's been a while huh, maaf yaaaa kalian :(
Hope u enjoy!

Viana suhwasistha

Welcome On Board | KTH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang