15. Dia Di sana

40.8K 4.8K 43
                                    

Ikan warna-warni tampak memenuhi suatu kolam. Ada warna orange bercak hitam, kuning keemasan dan merah menyala.

Namun, hanya satu yang menjadi fokus Restia. Ikan berwarna perak dengan sirip merumbai seperti mengenakan gaun bangsawan.

"Cantik banget," gumam Restia.

"Cuma satu lagi...."

Restia terus menatap ikan kecil itu. Tangannya terulur seakan ingin mengambilnya.

"Nona! Awas jatuh!" pekik suara familiar. Restia menoleh dan tebakannya benar. Itu Rowena sedang menatapnya dengan kening berkerut. Seolah kekhawatirannya itu hanya akan ia habiskan untuk Restia seorang.

"Ayolah Rowena, Aku bukan anak kecil lagi. Aku bisa menyeimbangkan tubuh ku."

"Nona... aku yang paling tahu kecerobohan Nona. Kalau Nona celaka bagaimana? Nyawa itu hanya satu! Jangan disia-siakan!" oceh Rowena lagi. Seperti biasa, kewaspadaannya pada Restia mulai hilang dan digantikan rasa peduli yang meledak-ledak. Hampir mendekati posesif.

Sejujurnya baru kali ini Restia menemui perempuan seposesif Rowena. Padahal hubungan mereka sebatas pelayan dan majikan saja.

Jika ini dunia nyata. Mungkin orang seperti Rowena tidak lah ada.

Restia tidak berkomentar apapun. Tanpa sadar bibirnya mengerucut. Bosan dengan sikap Rowena yang overprotektif.

"Sebaiknya Nona menjauh dari kolam itu. Ini sudah waktunya makan siang. Nona sebaiknya makan dulu."

"Tidak mau!" dengus Restia berkacak pinggang.

"Apa Nona mau menikmati Teh Earl Gray?"

Bola mata Restia menyudut. Melirik Rowena dan hampir tergoda. Namun, gengsinya sangat besar. Sekali tidak mau ia akan berkata tidak sampai mood-nya kembali normal.

"Tidak. Aku ingin melihat ikan! Titik!" dengus Restia untuk kesekian kali. Seperti bocah saja. Restia juga bingung kenapa bersikap seperti ini.

Mungkin saja ada hubungannya dengan kebutuhan sayangnya yang tidak terpenuhi dengan baik semasa kecil. Karena jujur saja, di dunia nyata Restia itu anak ke dua dari tiga bersaudara. Belum genap satu tahun umurnya, adik perempuannya lahir. Apalagi si bungsu yang punya banyak kelebihan selalu menjadi kebanggaan keluarga. Seolah segala keberuntungan keluarga dialihkan ke dia.

Berbeda dengan Restia yang selalu mendapat nilai pas-pasan selama sekolah.  Tidak memiliki kelebihan apapun membuat Restia enggan memilih ekskul. Ia habiskan waktunya untuk membantu orangtua membuat mie ayam di rumah.

Walau terus mengeluh sambil mengancam akan kabur dari rumah tetap saja Restia tidak tega dan terus membantu orangtuanya hingga ia memutuskan masuk jurusan tata boga. See? Definisi pekerjaan orangtua mu akan menentukan masa depan mu. Pada akhirnya Restia memilih jurusan tata boga untuk mengembangkan mie ayam orangtuanya.

"Hah..." keluh Restia. Memikirkan jalan hidupnya di dunia nyata ternyata cukup menguras tenaga. Dan kini Restia harus menjalani hidup menjadi antagonis di dalam novel.

Rowena yang melihat wajah kusut Restia sontak memiliko ide bagus. "Nona?"

"Hm?"

"Bagaimana kalau kita ke danau belakang rumah?" bisik Rowena.

Seketika semangat Restia kembali lagi. Seperti handphone yang habis di cash. "Ayo!" serunya dipenuhi binar bahagia.

"Kali ini jangan sampai ketahuan. Kalau tidak, Ayah pasti akan mengamuk lebih dari kemarin," ucap Restia sembari berjalan mencincing gaun panjangnya.

"Hehe iya...." saut Rowena Mengekori.

"Anu Nona?" lanjut Rowena.

"Kenapa?"

The Villain Want to Die (END)Where stories live. Discover now