28. Tanpa Bukti

25.3K 3K 88
                                    

“Bukankah Yang Mulia lebih sering menghabiskan waktu dengan Nona Aurora?”

“Iya, bahkan aku mendengar isu kalau pertunangan Yang Mulia dan Lady Restia hampir hancur. Aku juga bingung tiba-tiba mendapat undangan pesta ini.”

“Ah, menurut ku Lady Restia pasti mengancam hal-hal nekat lagi seperti insiden meminum racun tempo lalu. Kalau aku jadi dia, seingin-inginnya aku menjadi permaisuri aku tidak mungkin membahayakan nyawa ku sendiri. Apalagi terlihat sekali kalau Yang Mulia lebih menyukai Nona Aurora.”

“Itu lah sebabnya ada kata mundur. Agar orang-orang tahu tempat dan posisi. Sepertinya kepercayaan diri Lady Restia sangat tinggi ya. Lihatlah, dia tidak menampakkan raut gusar sama sekali. Padahal sejak tadi Yang Mulia menatap Nona Aurora."

Setelah dansa pertama yang diawali dengan Livius dan Restia selesai. Para bangsawan lain satu persatu memenuhi area dansa. Sebagiannya ada yang menonton sambil menikmati sajian makanan.

Permasalahannya di sini. Restia berdiri dengan segelas anggur merah. Mendengar bisik-bisik yang sudah di luar fungsi utamanya. Kalau bicaranya sekeras itu bukan bisik-bisik namanya!

Hah! Lelah sekali menjadi Restia Adler. Kalau ditanya di mana Livius. Ia sedang melaksanakan tugas sosialnya sebagai Kaisar. Berbincang dengan bangsawan lain yang Restia yakini hanya formalitas. Satu hal yang Restia tahu, sejak tadi pandangan Livius selalu mengarah ke Aurora. seolah mengingikan Aurora di sisinya.

Ayo perjelas semua ini! Lagi pula Restia bosan mendengar bisik-bisik yang lama kelamaan membuat sakit hati.

Restia menghampiri Livius. Tersenyum ramah pada lawan bicara Livius sebelum membisikkan sesuatu. “Kita perlu bicara!” tekan Restia. Entahlah, ia merasa geram sekaligus kesal. Malam ini akan ia perjelas semuanya. Rencana kedepan untuk pertunangan ini.

Mereka pun pergi ke ruang istirahat. Livius langsung duduk di sofa. Seolah menandai kekuasaannya.

“Ada apa? Cepatlah, tidak sopan meninggalkan pesta di saat kita berdua menjadi tema utamanya.”

“Baiklah, aku tidak akan lama!” Restia mengambil ali sofa di depan Livius. Bersedekap tangan dan melayangkan tatapan datar. “Bagaimana perasaan mu terhadap Aurora?”

Livius mendengus. “Kenapa kau bertanya seperti itu?”

“Aku hanya ingin tahu karena sejak tadi pandangan mu tidak pernah lepas sedikit pun dari Aurora.”

Livius meraup wajahnya. “Kau cemburu?”

“Tidak!”

“Lalu kenapa kau bertanya seperti itu? Kau akan menjadi istri ku. Bukankah itu sudah cukup?”

“Bukan begi—“

Tok tok tok

“Yang Mulia, ini saya Admand.”

“Masuklah!”

“Ada apa?” sambung Livius.

“Maaf mengatakan ini Yang Mulia. Tapi, saya dapat info dari ksatria yang menjaga Nona Aurora bahwa Nona menghilang.”

DEG!

Mata Livius membola sempurna. Tak terkecuali Restia. Entah angin dari mana. Livius langsung menatap tajam ke Restia.

“A-apa? Kau ingin menuduh ku yang melakukannya?”

“Lalu siapa? Selama ini bukankah kau yang selalu mencelakainya?”

Wajah Livius memerah. Dia marah!

“Bukan aku!”

“Tck! Kerahkan pengawal. Cari ke semua sudut istana. Bila perlu lakukan perluasan ke luar istana. Aurora harus ditemukan!” ucap Livius frustasi.

The Villain Want to Die (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang