61. Sandiwara Manusia

37.4K 1.5K 91
                                    

"Apa kau mencintai Restia?"

DEG!

"...."

Bungkam! Padahal jawabannya mudah, ia sudah ikhlas bukan?! tapi kenapa sulit sekali mengatakan tidak?

"Elgar, aku butuh jawaban mu. Bukan diam mu!"

"Mana mungkin aku berani Yang Mulia. Lady Restia adalah tunangan mu."

"Tapi dia mencintai mu."

DEG!

Lagi, detak jantung yang seakan bis berhenti kapan saja. Ah, kalau sudah begini, bagaimana Elgar akan berkelit?

"Aku...."

Terdengar kekehan singkat. Livius kemudian berdiri ke arah jendela besar yang mengarah pada halaman depan istana.

"Maaf, aku sudah membuat kalian kesusahan," ucap Livius lirih seraya menatap tanpa arti pemandangan di depannya. "Sepertinya aku harus mengalah."

Mereka saling diam. Baik Elgar pun bingung mau merespon bagaimana. Lalu sebuah kekehan singkat terdengar. Ah, dari nada kekehan itu terdengar pula nada meremehkan. Dalam posisi membelakangi Elgar, Livius menyeringai. "Kau pikir aku akan mengatakan hal itu," ucapnya seraya berbalik.

"Ku pikir kau pintar. Ternyata tumbuh di medan perang bisa membuat pemikiran mu tumpul ya?"

Elgar mengernyit. "Apa maksud Yang Mulia?"

"Semua ini adalah rekayasa ku."

Kerutan kening Elgar semakin dalam. Mencoba mencerna perkataan Livius yang di luar akal.

"Baiklah, baiklah. Aku tahu kau bingung."

"Kau pikir selama ini aku tidak tahu hubungan kalian? Aku membiarkan cinta kalian bersemi untuk tujuan ini. Sekarang, bagaimana hubungan kalian? Apakah masih lancar?" sulut Livius.

"Dari racun bunga oleander sampai retaknya hubungan kalian. Semua itu adalah skenario yang ku buat."

DEG!

"Aku tahu cinta Restia tertuju pada mu. Tapi aku tidak mau kehilangannya. Aku juga tidak sebodoh itu memaksa Restia mencintai ku. Jadi aku membuat skenario yang hampir mengorbankan nyawa ku sendiri untuk membuat kalian merasa bersalah lalu berpisah. Tentu saja, racun bunga oliander yang ku suntikkan ke tubuh ku dan Restia dalam batas tertentu sehingga tidak mengancam nyawa. Aku tidak berniat mati konyol sebagai seorang pecundang yang gagal mendapatkan cinta. Ah, agar lebih mendramatisir. Aku membuat seolah-olah diri ku mengidap penyakit mematikan."

"Bagaimana? Cerdik kan aku? Hahaha, kau telah kalah Elgar. Tidak akan ku berikan Restia kepada mu. Kau juga tidak bisa memberitahu kenyataan ini pada Restia. Karena dibanding diri mu, Restia lebih percaya pada ku."

Tangan Elgar mengepal erat. Pandangannya terkunci pada satu objek yaitu Livius. Ia bahkan tak bisa berkata-kata lagi. Jadi kekhawatirannya selama ini sia-sia? Semuanya dusta yang direncanakan!

"Lalu...." Livius berjalan ke arah meja kerja. Mengambil dokumen lalu melemparnya ke hadapan Elgar.

"Akan ku pastikan kau benar-benar menghilang dari kehidupan Restia," ucap Livius mengintimidasi.

"Itu adalah bukti pemberontakkan mu. Selama ini Kau sudah dalam genggaman ku Elgar. Aku hanya menunggu waktu yang pas untuk mempublikasikannya. Tentang diri mu yang menjadi pemimpin fraksi penentang!"

Kepalan tangan Elgar melemah. Ia tak lagi menatap tajam pada Livius. Pandangannya beralih ke lantai.

Benar, sejak awal langkahnya memang salah. Ia hanyalah anak selir. Bagaimana bisa anak selir ingin memperbaiki negeri? Di samping itu ada Livius sang pewaris sah yang masih hidup dan terus berusaha memperbaiki kekaisaran.

The Villain Want to Die (END)Where stories live. Discover now