30. Daratan Kelam

25.3K 3K 73
                                    

Mereka berhadapan. Dua insan yang memiliki posisi penting di kekaisaran. Sayangnya harga diri mereka terlalu tinggi untuk dirobohkan. Tidak ada yang ingin membuka pembicaraan. Mungkin hanya Hariun di sini yang lelah dengan situasi ini.

“Anu… aku sudah bolak-balik menyeduh teh dan menyajikan biskuit. Tolong kalian selesaikan pembicaraan dengan cepat. Stok makanan di sini terbatas!” cecarnya kemudian berlalu.

Kepergian Hariun membuat dua sejoli ini tertegun. Posisi mereka lebih tinggi namun orang itu baru saja melakukan tindakan kurang sopan. Tapi mau memarahi pun ucapannya benar.

“Ehem… seperti janji ku. Aku akan mengatakan alasan ku membawa mu kemari.”

“Sepertinya ada yang salah. Dari pada membawa mungkin lebih tepatnya menculik karena aku merasa terpaksa ada di sini."

Elgar memandang datar. Gadis ini sepertinya ada masalah di kepribadiannya!

“Baiklah. Aku menculik mu—“

“Alasannya?”

“Bisakah kau tidak memotong ucapan ku sebelum aku menyelesaikannya?!” seruduk Elgar. Percayalah, ia sudah menahan diri untuk tidak menggebrak meja.

“Baiklah!” sungut Restia.

“Apa Lady ingat pembicaraan kita semalam?”

“Maaf. Seseorang memukulku terlalu keras sampai aku lupa,” dusta Restia. Sengaja, karena Restia kesal.

“Hah! Sepertinya percuma saja aku bicara. Lady tidak akan mendengarkan ku,” keluh Elgar frustasi. Ia menyugar rambutnya dan melayangkan tatapan intens. “Baiklah, karena berbicara bukan keahlian ku. Aku akan melakukannya dengan tindakan!”

Detik itu juga Elgar maju. Mengikis jarak di antara mereka. Restia yang terkesiap spontan menutup mata.

“Kenapa Lady menutup mata?”

"Ha?"

“Eh? Ah! Tidak! Tidak apa-apa,” sambungnya. Malu sekali! Jujur Restia malu sekali. Siapa yang tidak akan goyah dengan tampang badas yang tiba-tiba mendekat itu? Ah sial! Wajah Restia pasti merah sekarang.

Tanpa aba-aba, Elgar menarik lengan Restia. Menggiringnya untuk menaiki kuda. Tentu saja dengan Restia yang tidak bisa menolak. Ia seolah kresek ringan yang dibawa kemana-mana.

“Kemarilah!” ulur tangan Elgar. Mempersilahkan Restia menaiki kuda duluan.

“Kau ingin aku naik ini? Tidak! Tidak! Aku tidak bisa!”

Demi apapun, wanita modern ini sama sekali tidak pernah menaiki kuda. Keseimbangannya pasti akan buyar dan Restia akan terjatuh. Itu pasti!

Elgar menautkan alis. Hah! Ribet sekali wanita ini! Tanpa izin Elgar meraih pinggang Restia kemudian mengangkatnya.

“Huaaaa! Ap-apa yang kau lakukan?! Hei turunkan aku!”

Dengan segala usaha Elgar menaikan Restia. Ia dihadiahi pukulan dan tendangan selama prosesnya. Benar-benar gadis bar-bar! Berbeda dengan Restia yang kaku. Sekali lompatan, kaki panjang Elgar berhasil menaiki kuda.

Tidak sengaja Elgar melihat tangan Restia yang gemetar. Rasa iba itu pun muncul. Bagaimana pun ia adalah gadis bangsawan. Hal seperti ini pasti tidak pernah terjadi.

“Tenanglah, aku tidak akan membiarkan mu jatuh,” ucap Elgar tepat di daun telinga Restia. Tangannya meuntun jemari Restia untuk berpegangan pada punggung kuda. Namun saat kuda mulai berjalan pelan. Restia yang terkejut langsung berpegangan ke tangan Elgar. Sangat erat sampai membuat sang dewa perang itu terlonjak kaget.

The Villain Want to Die (END)Where stories live. Discover now