16. Dua jiwa

40.5K 4.3K 49
                                    

"Nona... ayo kembali," ajak Rowena.

Perempuan dengan dress tidur putih itu tidak bergeming sedikit Pun. Ia menatap kosong hutan lebat yang berada di balim danau ini.

"Nona...."

Sejauh ini hanya suara Rowena yang bisa didengar Restia. Sosok wanita yang Restia yakini adalah Restia Adler tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ia terus memunggungi Restia dan menghadap hutan.

"R-Restia?" gumam Restia. Suaranya cukup lirih. Restia yakin dengan volume itu telinga manusia tidak dapag mendengarnya. Namun perkiraannya salah. Dia menoleh! Tepat setelah bibir Restia terkatup setelah mengucapkan namamya.

Wajah bak Dewi Aprodite itu tampak layu. Tatapannya kosong seolah tak mengemban ambisi apapun. Berbeda sekali dengan karakter yang diceritakan dalam novel yang Restia ketahui.

Seulas senyum mengembang singkat. Air danau yang semula tenang kini mulai memunculkan riak gelombang kecil berkat dirinya yang mulai melangkah.

Bingung, takut dan penasaran menggerayangi perasaan Restia. Bagaimana tidak? Perempuan itu berjalan mendekat. Memutus jarak di antara mereka.

Anehnya, Restia pun tidak bisa beranjak dari tempat semula. Kakinya tiba-tiba mati rasa.

Pasrah! Restia memejamkan matanya saat perempuan yang ia yakini sebagai Restia Adler De Freya ini semakin mendekat. "Aku harus bagaimana?" pertanyaan itu yang sedang bersemayam dalam pikirannya.

Detik berikutnya, Restia merasakan hangat di area pipinya. Sontak ia membuka mata. Yang ia temui adalah senyum wanita di depannya.

Hati Restia dibuat tenang ketika wanita itu menempelkan keningnya pada kening Restia. Perlahan rasa kantuk menghampiri. Berusaha tetap sadar pun susah.

Di ambang kesadaran sayup padam Restia melihat bibir wanita bak Dewi Aprodite itu berucap. Tak ada suara. Namun dari gerak bibirnya Restia tahu dia mengucapkan sesuatu seperti "berhati-hatilah pada...."

Sayangnya Restia terlelap tepat sebelum kata terakhir. Dan sejurus dengan itu suara denting porselin dan sendok garpu terdengar.

Restia membuka mata. Silau matahari menyerap ke retina matanya. Membuat mata beririskan zamrud itu mengerjap-ngerjap.

"Syukurlah Nona sudah bangun," ucap suara familiar. Restia pun memfokuskan pandangannya. Ah ternyata Rowena. Dan dia juga yang menjadi dalang suara denting yang membangunkan Restia.

Tunggu!

Restia mengamati tempatnya berbaring. Ini kamar? Terlebih bukan kamarnya?

"Aku ada di mana?" tanya Restia.

"Nona sedang di istana kerajaan. Nona pingsan saat pengadilan kemarin."

"Pengadilan?" gumam Restia.

Benar juga! Kemarin dia diadili karena tuduhan percobaan pembunuhan Aurora. Bagaimana dia bisa lupa?

"Jadi itu cuma mimpi?" gumamnya lagi. Masih jelas teringat alur mimpinya yang bertemu dengan Restia asli di danau belakang rumah.

"Nona?" panggil Rowena. Ia terlihat kebingungan dengan Restia yang bergumam sendiri.

"Ah... di mana Ayah?" tanya Restia mengalihkan topik.

"Tuan Chalid sedang di ruangan Yang Mulia Kaisar. Kemungkinan sedang berdiskusi masalah kemarin."

"Begitu... bisakah kamu memanggilkan Ayah untuk ku?" pinta Restia.

"Tentu Nona. Tunggu sebentar. Aku akan memanggilkan Tuan Chalid."

The Villain Want to Die (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang