47. Pamer Keahlian

15.1K 1.7K 15
                                    

“Kehadiran Aurora, apakah sebagai ancaman atau peluang?” tanya Elgar tepat sasaran.

Restia tak bergeming. Ia cukup terkejut dengan pertanyaan itu.

Bagaimana ya menjelaskannya. Restia Wardani sama sekali tidak menganggap Aurora sebagai ancaman. Walau harusnya dia adalah musuh bagi antagonis. Tapi Restia justru menganggap Aurora bukan ancaman. Karena dia tokoh yang penurut dan mudah dikendalikan. Rasanya mustahil dia akan berbuat jahat. Justru Restia ingin berteman dengannya.

Tapi kalau Aurora saja tidak bahagia di sini. Dengan alasan apa Restia mempertahankan kehadirannya? Tujuan dibuatnya novel Matahari Eraslan kan agar female lead hidup bahagia. Lagi pula sudah banya alur yang berubah. Semakin ke sini alurnya semakin tidak terprediksi.

Ah, sepertinya Restia harus membanting stir. Aurora harus dipulangkan ke negaranya. Ya, dia harus hidup bahagia sesuai kehendaknya. Mungkin saja itu bisa menjadi jalan pulang untuk Restia. Iya kan? Karena salah satu variabel tuntasnya novel matahari eraslan sudah terlaksana.

Ya, metode ini harus dicoba!

“Sekarang aku tahu apa yang harus aku lakukan!” Restia bangkit kemudian,

PLAK!

"Wah, di situasi seperti ini kau cukup berguna juga ya, haha,” cengir Restia. Tanpa dosa ia memukul pundak Elgar sekuat tenaga.

“Ugh!”

“Kenapa? Jangan bilang kau kesakitan hanya pukulan ringan dari wanita?” goda Restia.

“Bahkan seorang dewa perang pun akan mati jika dipukul oleh tangan mu!” dengus Elgar.

“Cih, lemah!”

Geram, Elgar menggeretakkan gerahamnya. Hendak membalas namun gagal oleh interupsi salah satu anggota pasukan.

“Permisi Duke Elgar. Maaf mengganggu waktunya. Istirahat sudah selesai. Kami siap melaksanakan latihan selanjutnya.”

Seringai Elgar mengembang. Jika ingin membalas perkataan Restia barusan. Mungkin ia bisa menunjukkan keahliannya.

“Baiklah, ambil panah kalian. Kita akan latihan membidik target.”

“Kalau begitu aku permis—“

“Siapa yang mengizinkan mu pergi?” cegah Elgar.

“Hah?! Aku ada kelas etiket tuan pelatih!”

“Prajurit itu….” tunjuk Elgar. “Mereka pasti akan bersemangat jika calon permaisurinya mendukung mereka,” alibinya. Yang sebenarnya adalah, Elgar yang akan bersemangat jika Restia tetap di sini.

“Apanya yang semangat. Gendang telinga ku hampir pecah mendengar bisik-bisik buruk dari mereka.”

“Tck! Pokoknya tetaplah di sini. Me-menyemangati satu orang lebih baik dari pada tidak sama sekali,” ujar Elgar kemudian berlalu dengan wajah memerah.

“Ha? ngomong apa sih dia?”

Terpaksa Restia duduk kembali. menyaksikan Elgar yang saat ini sedang bersiap dengan pose memanah. Lihatlah tubuh sempurna itu. rahang kokoh dan lekuk wajah dengan presisi pas. Benar-benar produk unggulan.

Satu panah melesat tepat sasaran. Suara sorak kumpulan orang itu terdengar bergemuruh. Elgar tersenyum puas. Ia melirik Restia singkat dan mendapati raut biasa saja. Oke, prioritas utama Elgar adalah membuat Restia kagum. Ia harus beraksi lebih baik lagi.

Satu anak panah melesat dan mengenai sasaran. Dua anak panah, tiga dan selanjtnya hingga lesatan anak panah terakhir mampu mengoyak anak panah lainnya hingga terbelah menjadi dua.

The Villain Want to Die (END)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon