48. Cidera

14.9K 1.7K 40
                                    

Izin sudah dikantongi. Walau dengan cara memalukan. Kenapa Restia menganggap itu memalukan?

Ya bagaimana tidak memalukan? Seumur hidup, Restia yang jomblo ini tidak pernah berurusan dengan lelaki. Apalagi bersikap manja untuk mendapatkan sesuatu.

Hell! Rasanya ingin mencari teknologi yang bisa menghapus secuil ingatan.

"Bagaimana dengan Aurora? Kau sudah menemuinya?" ucap Livius. Seketika Restia berhenti mengunyah biskuit.

Benar juga! Ada masalah Aurora yang belum terselesaikan. Mungkin ini timing yang pas untuk mengatakannya.

Restia sempat berjanji tidak akan menyampaikan kepada Livius. Tapi, jika tidak disampaikan maka situasi Aurora akan tetap seperti itu selamanya. Dengan berat hati Restia menyampaikannya. Segala cara akan ia lakukan supaya Livius mau mendengarkan sarannya. Oh salah! Livius harus menuruti sarannya. Karena hanya dengan cara ini Aurora bisa terlepas dari ketidakbahagiaan.

"Aku sudah menemuinya. Dia bercerita banyak."

"Baguslah. Jadi apa alasannya berkeliaran malam itu?" timpal Livius. Ia menutup buku dalam genggamannya dan menaruh di meja. Sepertinya dia benar-benar penasaran.

"Pertama-tama aku harus memastikan satu hal dulu."

"Memastikan apa?"

"Kau benar-benar tidak ada perasaan sedikit pun dengan Aurora kan?"

Livius menghela nafas sambil memegangi kepala. Seolah ia bosan dengan pertanyaan yang sama setiap hari. "Aku hanya menganggapnya adik. Sebatas itu."

"Sungguh?"

"Iya permaisuri ku," goda Livius.

"Emh.... baiklah. Karena mungkin ini berhubungan dengan perasaan jadi aku harus memastikannya dulu."

"Sekarang kau sudah tahu isi hati ku. Bicaralah, sebelun aku gemas dan mencium mu."

"A-apa-apaan?!" pipi Restia bersemu. Dia frontal sekali!

"Ehem.... sebenarnya kehadiran Nona Aurora di sini tujuannya untuk apa?"

"Karena aku ingin melindunginya. Aku berhutang budi pada mendiang Kakak Aurora dan berjanji akan menjaga Aurora."

"Itu sebabnya kau membawanya kemari?"

"Humm...."

"Tapi, apa kau tidak pernah berpikir kalau Nona Aurora tidak bahagia di sini? Maksud ku, dia hidup dari kecil di Wisteria. Aku tahu di sana berbahaya mengingat kondisi negeri itu belum stabil tapi bagaimana Nona Aurora bisa berkembang jika ia terus-terusan dijaga dalam sangkar?"

"Livi, sama seperti mu yang ingin melindungi ku sejak dulu. Aku yakin di sana pun ada seseorang yang akan melindungi Nona Aurora. Jadi... bisakah kau melepas Aurora pergi ke kampung halamannya?"

"...."

Livius terdiam beberapa detik sebelum menanyakan sesuatu. "Apa Aurora bilang sendiri kalau ingin pulang?"

"Tidak. Aku yakin dia tidak enak membicarakan hal itu. Dia merasa punya tanggung jawab di sini."

"Kalau begitu kau tidak boleh menyimpulkan sendiri. Aurora akan tetap di sini."

DEG!

Sial! Susah sekali meyakinkannya! Dasar kepala batu.

"Restia... aku melakukan ini demi kebaikan Aurora. Aku tidak bisa mempercayakan Aurora kepada siapa pun. Aku punya tanggung jawab menjaganya. Kau mengerti maksud ku kan?" ucap Livius lembut. Ia mengusap pipi Restia kemudian menyematkan anak rambut ke telinganya.

The Villain Want to Die (END)Where stories live. Discover now