41. Kesalahan yang Sama

17.2K 2.1K 77
                                    

“Ugh!”

“Ada masalah Nona?”

“Tidak, hanya saja….” Restia menggantungkan kalimatnya. Ia melirik  ke sumber ketidaknyamanan. Ya letaknya di sepatu. Sepertinya ukurannya tidak pas. Membuat kaki Restia tergores ketika berjalan. Namun, Restia malas berbalik ke kamar dan mengganti sepatu baru. Lebih dari apapun, Restia sudah telat! Ya, ini semua gara-gara Rowena yang ngotot ingin mendandani Restia semaksimal mungkin.

Ah, lagi pula mungkin kegiatannya nanti akan duduk-duduk saja sambil menimati teh seperti biasa. Restia tidak perlu cemas. Dengan keyakinan itu Restia memilih lanjut dan sampailah ke danau belakang istana.

Di sana tampak Livius, Elgar dan Aurora. Wah, apa-apaan formasi lengkap pemeran utama itu. Rasanya Restia hanya remahan rengginang di antara dessert cantik.

“Nona, saya undur diri dulu. Selamat menikmati waktu santai,” ujar Rowena.

“Humm, kau kembalilah.”

Livius mendekat. Ia mengulurkan tangan ketika sampai di depan Restia. Seolah menyambut kedatangannya. Yah, ini awalan yang bagus. Entahlah, Restia hanya berpikir jika ada Aurora pasti dadanya akan sesak lagi. Padahal itu perasaan Restia Adler tapi kenapa bereaksi juga terhadap Restia?

“Seperti biasa, kau terlihat cantik,” ujar Livius. Ia mengcup punggung tangan Restia lembut.

“Hehe, te-terimakasih,” jawab Restia kikuk. Demi apapun, Restia masih canggung dengan kebiasaan bangswan yang satu ini.

Sampainya Restia dihadiahi senyuman oleh Elgar dan Aurora. Restia pun membalasnya dengan ikut tersenyum.

Tepat di depan sana ada danau membentang. Senyum yang terarah pada dua orang itu seketika teralihkan berkat panorama indah danau buatan ini. Walau hanya buatan, tempat ini sangat terawat. Tidak seasri danau belakang kediaman Adler yang dikelilingi pohon rindang. Di sini hanya ada beberapa pohon dan tanaman kecil.

Lalu, yang lebih menarik perhatian adalah benda mengapung di atas danau itu. Eah, Restia tidak menyangka akan mendapatinya di dunia ini. Terlihat sekali binar bahagia di dua manik zamrud itu.

“Yang Mulia, itu….”

“Ya, aku tahu kau akan menyukainya,” sahut Livius.

“Wah, terimakasih Yang Mulia. Aku benar-benar senang,” ucap haru Restia. Bahkan rasa sakit di kakinya melebur entah kemana.

Mereka menaiki perahu yang dihias sedemikian cantik itu. Perahu sedang yang muat untuk empat orang. Restia dan Livius duduk bersebelahan di depannya ada Aurora dan Elgar yang juga duduk bersebelahan.

Di tutupi denga senyum pun tak bisa menutup tatapan muak yang Elgar layangkan sejak tadi. Ya, dia kesal dengan situasi ini. Meyebalkan! Tapi, tidak buruk juga ketika Restia mulai tersenyum cerah. Ia pun di landa kekesalan dan kebahagiaan dalam satu waktu.

Diam-diam Elgar mencuri lirik. Ia tidak mau ketinggalan mengabadikan senyum cerah Restia. Sampai ia sadar, ternyata manik zamrud itu sedang tersita oleh bunga teratai ungu di bagian tengan danau. Elgar hendak melayangkan tanya namun gagal ulah Livius yang juga menyadari atensi Restia.

“Kau ingin melihat bunga itu lebih dekat?” tanya Livius.

“Humm… tolong lebih dekat ke sana,” tunjuk Restia semangat. Seorang pengayuh mengarahkan perahu dengan santai. Perlahan bunga itu tampak jelas keindahannya.

Tangan Restia terulur hendak memegang bunga teratai ungu. Entah kenapa, kedatangannya ke dunia ini membuat warna ungu menjadi favoritnya. Padahal dulu Restia lebih senang warna netral seperti hitam dan putih. Apa ada kaitannya denga Restia Adler? Entahlah, Restia tidak ingin memikirkan hal rumit itu di suasana menyenangkan ini.

The Villain Want to Die (END)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu