55. Redupnya Sang Matahari

15.4K 1.6K 73
                                    

Hamparan ungu membentang sejauh mata memandang. Wangi aroma lavender menyeruak masuk saat angin berhembus menerpa wajah Restia.

"Indah sekali," tanpa sadar mulutnya berucap demikian.

"Kau suka?" ucap Livius.

"Hum...."

Mata Restia masih memandangu hanparan bunga lavender itu. Setelah konflik batin dengan Chalid berakhir dan menemui titik penyelesaian, Restia dibawa kembali ke istana.

Sedangkan Chalid, atas perdagangan ilegal itu. Ia diturunkan dari kepala serikat dagang menjadi pedagang biasa. Tentu saja Livius menyembunyikan fakra penjualan budak yang akan membahayakan leher Chalid dan Restia. Livius menggantinya dengan permasalahn umum yang sesuai dengan hukumannya.

Anak dan Ayah itu terlihat rukun kembali. Bahkan Chalid hampir tidak merelakan Restia kembali ke istana. Namun ia harus karena ada beberapa acara yang wajib ia hadiri.

Lalu di sinilah Restia sekarang. Berdiri memandang hamparan lavender. Tadinya Livius bilang ingin membawanya berkunjung ke bangsawan Ronan untuk meninjau langsung tambang permata di sana.

Tapi... apa ini? Restia dibuat menganga dengan pemandangan ini.

"Restia?" panggil Livius.

"Ya?"

"Selamat ulang tahun. Calon permaisuri Ku," ucap Livius teduh seraya mengecup punggung tangan Restia.

Ah benar juga! Hari ini ulangtahun Restia Adler. Restia hanya bisa tersenyum canggung. Setelah Livius melepaskan tangan, ia buru-buru menariknya.

Bagaimana ya, rasanya Restia sangat keterlaluan jika berbohong seperti ini terus. Apalagi ini tentang perasaan.

Ya, saat ini Restia telah sadar sepenuhnya. Bahwa hatinya telah memilih Elgar. Ada yang bilang butuh waktu empat bulan untuk seseorang menggolongkan perasaannya. Jika sekedar suka maka tak lebih dari empat bulan perasaan itu akan hilang. Namun sampai detik ini Restia masih memikirkan Elgar. Padahal sudah hampir satu tahun berlalu.

Cukup sulit menghilangkan eksistensi Livius dalam diri Restia. Bagaimana pun tubuh ini milik Restia Adler tapi hatinya milik Restia Wardani. Jika diibaratkan, mungkin kedua lelaki itu berhasil menempati ruang di hati Restia. Hanya saja, ruang yang lebih besar dipersembahkan kepada Elgar.

Restia tidak akan serakah. Ia juga tidak berniat mempermainkan perasaan seseorang. Hanya satu yang akan ia pertahankan.

"Wilayah ini ku persembahkan untuk mu," ucap Livius. Seketika membuat Restia terbelalak.

"K-kau serius?"

"Iya. Di sini banyak ditumbuhi lavender liar. Bukankah sangat cocok untuk kado ulangtahun mu?"

Wah daebak! Di mana bisa dapat kesempatan emas seperti ini lagi? Bukan mobil, bukan rumah, bukan juga iphone terbaru. Tapi sebuah desa lengkap dengan segala isinya. Restia bisa mengolah desa ini untuk menjadi sumber penghasilan.

Eh tunggu! Tunggu!

Pemberian Livius memang menggiurkan tapi... Restia tidak bisa selamanya berbohong.

Bukankah akan saling menyiksa jika seperti ini terus? Restia harus mengakhirinya. Sekarang.

"Livi...."

"Bisakah aku berkata jujur?"

"Tentang perasaan ku...."

Senyum Livius seketika menghilang beberapa detik. Kemudian ia melebarkan senyumnya kembali seolah tak mendengar apapun.

"Lihatlah ke sana, bukan hanya bunga Lavender. Di sana juga ada bunga ayelir. Kesukaan ibu mu."

"Livi...." sela Restia lirih.

The Villain Want to Die (END)Where stories live. Discover now