27

3.3K 455 28
                                    

☬☬☬
.

.

.


Aiden berjalan pelan di trotoar. Manik hitam pemuda itu sejak tadi menatap Rekha yang berjalan jauh di depannya. Melihat profil belakang Rekha, Aiden seolah bisa merasakan kesepian orang disana. Melihat punggung kurus orang itu, entah sejak kapan dirinya merasa bahwa akhir-akhir ini hubungannya dengan orang itu semakin menjauh.

Aiden menelan ludah kasar, membangun keberanian. Keberanian? Apa-apaan! Wajah Aiden berkedut. Sejak kapan dirinya merasa takut hanya karena ingin menyapa seorang laki-laki?

"Ra-- Ra--"

"RAVEE.. TUNGGU!!"

Aiden terkejut mendengar teriakan wanita yang lebih dulu memanggil nama orang disana. Pemuda itu menoleh dan melihat dibelakangnya, seorang gadis tengah berlari ke arahnya, lalu melewatinya dan berhenti di depan Rekha.

Dengan mata kepalanya sendiri Aiden melihat gadis itu tengah menyatakan perasaannya pada orang disana. Aiden mengepalkan erat tangannya. Pemuda itu entah kenapa merasa sangat marah.

Dilain sisi, Rekha hanya diam saat gadis dihadapannya menyatakan ingin mengajaknya berpacaran dan mengulurkan sebuah hadiah padanya.

Rekha menggaruk belakang lehernya karena tidak tahu cara menolak gadis di depannya. Ayolah... Banyak pria tampan di sekolahnya. Kenapa harus dirinya yang menjadi sasaran gadis ini. Ini bahkan bukan pertama kali baginya.

Namun disaat Rekha akan menjawab, Aiden entah sejak kapan sudah berdiri di dekatnya. Pemuda itu memasang wajah marah lalu menarik kasar tangan Rekha.

"Ikut denganku, Rave. Ada hal penting yang harus kita selesaikan!" Tanpa permisi Aiden langsung menarik tangan Rekha untuk ikut dengannya.

Aiden menyeret Rekha cukup jauh. Sedangkan Rekha yang sudah tidak tahan dengan sikap Aiden akhirnya menghempaskan tangan Aiden yang memegangnya.

Aiden tersentak. Pemuda itu terkejut dengan yang dilakukan Rekha. Dia seolah tersadar dengan perbuatan tak sopan yang baru saja dilakukannya.

"Kau ingin bicara apa?!" Tanya Rekha dengan nada tajam. Rekha benar-benar kesal. Sekarang jarak ke Mansion-nya menjadi semakin jauh karena Aiden menyeretnya ke arah lain.

Aiden membeku. Pemuda itu kebingungan akan menjawab apa. Tapi tatapan Aiden tidak sengaja mengarah pada pelipis Rekha, tampak bekas luka goresan yang mulai samar disana. Mengulurkan tangan, Aiden menyentuh pelipis Rekha dan mengusapnya pelan. "Kenapa ini Rave? Aku tak memperhatikan karena biasanya bagian ini tertutup rambutmu." Lirihnya.

"Jatuh." Jawab Rekha acuh tak acuh.

"Jangan bohong. Ini bukan luka sembarangan. Apa ada yang menyerangmu lagi? Mungkinkah saat kamu absen pergi ke luar kota minggu lalu?"

Rekha menghela napas kasar. "Ini tidak apa-apa, Aiden. Katakan cepat. Aku lelah. Apa hal penting yang perlu kau selesaikan denganku?"

"Ah! Ayo ke tempatku. Aku akan buatkan ramen untukmu."

"Hah?" Mulut Rekha menganga. Matanya berkedut. "Itukah yang kamu bilang penting?"

"Iya. Aku bisa jamin ramen buatanku rasanya enak." Aiden melingkarkan lengannya ke bahu Rekha dan menyeret Rekha untuk pergi bersamanya.

Rekha kembali menghela napas kasar. Tapi Rekha menuruti ajakan Aiden. Lagi pula Rekha merasa sedikit kesepian beberapa hari ini. "Cih, kamu hanya perlu merebus air dan memasukkan mie dan bumbu-bumbunya. Aku pun bisa melakukannya dengan mata terpejam." Ejek Rekha.

ᴛʜᴇ ʏᴏᴜɴɢ ᴍᴀꜱᴛᴇʀ ɪꜱ ᴀ ɢɪʀʟحيث تعيش القصص. اكتشف الآن