11. Drama Musikal

242 48 3
                                    

So This Is Love - Ilene Woods, Mike Douglas (From "Cinderella")

So this is love, m-m-m
So this is love
So this is what makes life divine

♪ ♪ ♪ ♪ ♪

Hari ini, aku diundang menjadi pembicara untuk kuliah tamu di kampusku dulu. Dianggap sebagai alumni yang aktif dan berprestasi, serta cukup sukses di dunia kerja, karena saat ini aku berprofesi sebagai pembawa acara di salah satu program berita televisi yang cukup terkenal, maka di sinilah aku. Berkeliling kampus setelah selesai mengajar. Kutelusuri setiap sudut tempat sambil membangkitkan kembali ingatan akan masa lalu, ketika gedung ini masih menjadi rumah kedua bagiku beberapa tahun silam. Sebuah ruang kelas tempatku diusir dosen karena tertidur saat beliau mengajar. Ruang kelas lain ketika kelompokku dipuji dosen karena memenangkan perdebatan. Kantin, tempatku menunggu jam kuliah selanjutnya, juga nongkrong bersama anak-anak Lumière. Ah, anak-anak itu, sekarang apa kabarnya? Tampaknya semua sudah sibuk akan kehidupan masing-masing. Shaga yang baru saja menjadi ayah, membangun keluarga kecil bersama Jenny. Gilang, sedang fokus pada pekerjaannya di sebuah perusahan kontraktor besar karena pada dasarnya ia adalah anak Teknik Sipil. Dave dan Rian masih menekuni dunia musik dengan mengiringi para penyanyi di ajang pencarian bakat. Waktu berjalan dengan sangat cepat tanpa benar-benar kusadari.

Meski waktu tak pernah berhenti, tetapi hati dan pikiranku rasanya masih terjebak di sini. Di sebuah auditorium berkapasitas tiga ribu orang, yang delapan tahun lalu, pada malam tanggal 13 Februari, digunakan sebagai pementasan drama musikal bertema 'Can You Feel the Love Tonight'.

Malam itu, semua yang bertugas di atas maupun belakang panggung telah bersiap di posisi masing-masing setengah jam sebelum acara dimulai. Tirai belum dibuka. Aku masih celingukan mencari sosok Luna. Ia harusnya sedang dirias bersama anak teater yang lain di salah satu ruangan belakang panggung. Sementara yang lain sudah berkumpul dan berdiskusi bersama sang ketua UKM Teater, Luna belum muncul juga. Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke ruangan tersebut, dan benar saja gadis itu masih termenung di sana sendirian. Ia sedang memandang cermin tanpa berkedip, seakan sedang bicara pada bayangan dirinya yang terpantul di sana.

Luna tampak anggun dengan gaun putih berlengan panjang dan rok panjang yang mekar. Kepalanya berhiaskan mahkota bunga berwarna ungu, pink, putih. Warna yang sepadan dengan gaun putri kesukaannya, Rapunzel.

"Udah siap?" tanyaku, mengalihkan perhatiannya dari cermin.

Netranya menatapku dengan cemas. "Udah ramai ya, Le?"

"Hmm. Nggak terlalu sih, tapi setengah ruangan udah terisi."

Luna memejamkan matanya kuat-kuat. "Aduh, itu artinya ramai banget dong, Le." Kemudian, ia membuka mata dan menggeleng. "Nggak, nggak. Le, kayaknya gua nggak bisa keluar deh. Gua bisa pingsan pas di atas panggung."

Gantian aku yang panik dan otomatis memegang keningnya. "Lo kenapa? Sakit? Nggak demam kok. Pusing? Lo udah makan 'kan tadi? Apa masih lapar? Nanti gua tanya ke panitia kalo masih ad—"

"Ale, nggak. Gua nggak sakit, nggak demam, nggak pusing, nggak lapar." Lantas, gadis itu mencengkeram lenganku dengan kencang dan berkata, "Gua takut, Le. Grogi banget gua, gimana ini?" Ya, aku juga bisa merasakan kegugupan itu melalui telapak tangannya yang sedingin es.

"Oke, tarik napas yang dalam."

Ia menurut.

"Buang."

Ia menurut lagi.

"Eleanor Aluna, dengar gua. Kita udah mempersiapkan semuanya dengan matang. Pas latihan udah oke. Geladi bersih kemarin apalagi. Pokoknya kita sekarang udah siap tempur. Terus, apa yang lo takutin?"

Romantic Interlude [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang