⚠️16. Malapetaka⚠️

443 40 0
                                    

⚠️ TW: kekerasan, kata-kata kasar

--------------------

Desperado - Eagles

Oh, you’re a hard one
I know that you got your reasons
These things that are pleasin’ you
Can hurt you somehow

♪ ♪ ♪ ♪ ♪

Hati-hati kalau selama beberapa hari kau menjalani hidup dengan mudah, bisa jadi malapetaka akan segera menghampiri, begitu kata orang. Miris, ya, bahkan dalam keadaan gembira pun, kita harus tetap waspada. Padahal dunia hanya sementara. Tak bisakah kita menikmati kemudahan di dunia tanpa rasa takut? Sebentar saja.

Omong-omong, pernyataan itu ada benarnya juga. Setelah melewati masa paling menyenangkan dalam hidup, segala keberuntungan dalam hidupku seperti sudah terkuras habis karena rentetan kesialan datang secara bertubi-tubi. Dimulai dari sosok Jonathan yang kembali mengusik Luna. Laki-laki yang sementara waktu absen dari hidup Luna, rupanya sedang menyusun strategi agar gadis itu mau menerimanya kembali, tak peduli dengan cara yang kotor sekalipun.

Aku melangkah ke gedung Fakultas Ekonomi, lalu menuju kantin, ada janji makan siang bersama Luna sebelum melanjutkan mata kuliah lain. Saat sampai di sana, langkahku berhenti, mendapati Luna berdiri di samping meja makan, berhadapan dengan Jonathan dengan tatapan menyalang. Bahunya naik-turun seperti orang marah, sementara yang ditatap justru menyeringai sambil melambaikan ponsel. Suasana kantin begitu tegang. Beberapa pasang mata terpusat kepada mereka berdua. Aku mulai bergerak ketika Jonathan membisikkan sesuatu pada Luna,  lalu dengan gerakan cepat, ia berusaha merebut ponsel dari tangan laki-laki itu. Tak mau kalah, Jonathan memegang erat ponselnya, kemudian dengan tangannya yang bebas, diempaskannya tubuh Luna secara kasar hingga gadis itu terjatuh dan kepalanya terbentur bagian ujung meja. Orang-orang di sana terkesiap melihat kejadian yang begitu cepat, pun denganku. Darahku mendesir, apalagi saat tubuh Luna tergeletak di lantai. Aku berlari secepat yang ku bisa. Ketakutan menguasaiku saat melihat darah segar keluar dari luka sobekan di bagian samping kepala gadis itu, sehingga aku tidak sempat memikirkan bagaimana memberi pelajaran kepada seorang yang brengsek seperti Jonathan, dan langsung memapah Luna dengan panik.

Aku membawanya ke rumah sakit tempat Tante Widi bekerja. Beliau adalah tetangga yang tinggal bersebelahan denganku, berprofesi sebagai dokter. Aku  menelepon beliau dalam perjalanan seperti orang kesetanan karena Luna bahkan sulit membuka matanya dan hanya bergumam tidak jelas. Begitu taksi yang kutumpangi sampai di depan rumah sakit, Tante Widi serta beberapa perawat segera menangani Luna dengan sigap.

"Kamu segera hubungi keluarganya, ya. Biar Tante dan tim yang urus teman kamu," perintah Tante Widi sebelum ia masuk ke ruang Unit Gawat Darurat.

Perlu beberapa detik untuk aku mencerna semua yang terjadi. Pandangan kosongku masih terpaku pada pintu ruangan tempat Luna berada di dalamnya. Aku menyeka peluh dan mengatur napasku yang tersengal supaya bisa berpikir jernih. Keluarga Luna. Mamanya. Hubungi mamanya. Nomornya? Ponsel Luna. Di mana ponsel gadis itu? Aku cukup yakin tidak ada ponsel di saku celananya. Tas. Ia suka menyimpan ponselnya di dalam tas. Aku meraba tubuhku. Hanya tasku yang tersampir di bahu. Tunggu, aku bahkan tidak mengambil tas saat sibuk menggendong Luna. Artinya, tas Luna…

Dengan cepat aku melesat kembali ke kampus naik ojek pengkolan dekat rumah sakit. Keadaan kantin tidak seramai tadi. Mungkin karena jam kuliah sedang berlangsung. Aku menemukan tas putih milik Luna di salah satu kursi bersama beberapa buku cetak. Segera kucari ponselnya dan untunglah tidak perlu kode apapun untuk membuka. Kucari di bagian panggilan terakhir, ada kontak yang ia namakan 'Momma', kemudian kutekan tombol panggil. Muncul sebuah foto yang menahanku untuk memindahkan ponsel tersebut ke telinga, sepertinya foto Luna kecil bersama sang mama. Aku belum pernah bertemu atau melihat wajah Mama Luna. Di rumah pun tidak ada foto mereka sama sekali. Itu pertama kali aku melihatnya, tetapi...

Romantic Interlude [END]Where stories live. Discover now