19. Permintaan Luna

212 32 0
                                    

Cruel Summer - Taylor Swift

And I screamed for whatever it's worth
"I love you, " ain't that the worst thing you ever heard?

♪ ♪ ♪ ♪ ♪

Tiga hari kemudian, aku pulang ke rumah. Terpaksa, aku harus kembali kuliah karena dua minggu lagi sudah Ujian Akhir Semester dan seluruh perlengkapanku ada di rumah. Meski tinggal satu atap dengan Papa, aku masih mogok bicara bahkan belum sanggup bertatapan langsung dengan beliau. Aku masih butuh waktu. Papa juga jadi serba salah menghadapi sikap dinginku, tetapi sepertinya ia maklum. Toh, ia juga bingung bagaimana berinteraksi denganku.

Aku kembali mengaktifkan ponselku. Rentetan notifikasi pesan masuk mulai memenuhi layar. Kebanyakan pesan dari Papa menanyakan keberadaanku, obrolan di grup membahas jadwal pengganti kelas yang diliburkan beberapa waktu lalu, serta satu pesan dari adik tingkat yang sekarang menjabat sebagai ketua UKM Band, minta pendapat tentang kualitas crash cymbal antara merk A dan merk B.

Ah... apa yang kuharapkan? Pesan dari Luna? Aku rindu gadis itu. Namun, tidak tahu bagaimana cara memulai pembicaraan dengan keadaan yang seperti ini. Kalau dulu, aku cukup akan mengetik, Lo nggak pengen ketemu gua?, maka gadis itu sudah tahu bahwa akulah yang ingin bertemu dengannya. Kembali kuletakkan ponsel di atas meja, lalu merebahkan diri di kasur. Berusaha memejamkan mata meski tidak mengantuk, karena besok aku harus kuliah pagi. Hari-hari yang kujalani terasa lebih panjang dari sebelumnya. Melelahkan.

♪ ♪ ♪ ♪ ♪

Tak terhitung sudah lebih dari seminggu aku menjalani keseharian seperti robot. Melakukan rutinitas dengan perasaan hampa dan tanpa ekspresi. Saat aku sedang memerhatikan dosen mengajar di depan kelas, samar-samar telingaku menangkap bisikan dari dua laki-laki di belakang.

"Cuy, liat deh."

"Wah! Apaan ni? Video bokep? Dapat dari mana lo?"

"Nggak tau, nomornya nggak dikenal. Tapi kayaknya belum ada yang dapat video-nya. Yang di-share cuma foto si cewek dari belakang gini doang, mana blur lagi. Katanya, si cewek anak sini."

Tanganku yang sedang menulis materi, sontak berhenti. Kupasang telinga baik-baik untuk menyimak pembicaraan kedua orang itu.

"Ckckck. Body-nya sih oke ya kayaknya. Anak komunikasi juga?"

"Nggak tau. Cuma dibilang kuliah di sini, tapi nggak tau jurusan apa. Inisialnya A, eh bukan, EA. EA siapa? Kenal nggak lo? Kalo kenal, boleh kali kenalin gua. Siapa tau bisa diajak 'main'."

Jantungku berdebar kencang. Tidak mungkin 'kan?

Aku sempat menepikan masalah yang satu ini. Aku sempat lupa bahwa terbongkarnya kebenaran tentang keluargaku berawal dari perbuatan seseorang yang mengirim Luna ke rumah sakit.

Tak lama kemudian, jam perkuliahan berakhir, tanpa basa-basi, aku menoleh ke belakang lalu bertanya, "Sorry, tadi gua nggak sengaja dengar pembicaraan kalian soal foto dari nomor yang nggak dikenal. Gua boleh lihat?"

Dua laki-laki itu melongo. Aku tidak tahu apa yang mereka pikirkan. Dari seringai kecil yang ditunjukkan, sepertinya mereka mengira aku memang berminat dengan hal-hal seperti itu. Namun tanpa peduli, aku tetap mengulurkan tangan dengan tidak sabar. "Please?" pintaku lagi.

Seorang dari mereka menyerahkan ponselnya kepadaku, yang langsung kuambil dengan cepat.

Sebuah foto yang hanya sedikit disensor buram, membuatnya tetap terlihat bahwa itu adalah gambar pasangan tanpa mengenakan sehelai benang pun, duduk di atas tempat tidur. Posisi lelaki tertutup separuh oleh sang wanita di hadapannya yang membelakangi kamera. Di bawah foto itu terdapat pesan yang mengatakan bahwa ditemukan sebuah video skandal seorang mahasiswi dari universitas tempat aku kuliah, bersama pasangannya. Lalu, dengan menyebalkan, pesan itu diakhiri dengan sebuah pertanyaan: Ada yang bisa nebak nggak EA siapa? Bisa jadi orang yang sering duduk di sebelah lo pas di kelas. Hahaha.

Romantic Interlude [END]Where stories live. Discover now