10. HOROR

61 8 0
                                    

HALLOO
SELAMAT MALAM

Gimana kabarnya gayss?
Kangen akuu? 3 minggu ga ketemu
Udah pada libur? Aku si ga ada libur akhir semester hahaha

Alergi libur sepertinya😔💔

Okeiii

✨ HAPPY READING ALL ✨

.
.
.

"Ica sayang abang," gumam Sandria sangat pelan. Barra yang sedang mengendarai motor pun tak mendengar yang diucapkan Sandria.

Sore itu, Barra dan Sandria benar-benar pergi mengelilingi kota Jakarta. Berbekal maps yang sudah tersedia di masing-masing handphone mereka, keduanya dengan penuh kepercayaan menelusuri setiap sudut kota yang padat itu tanpa takut kesasar sedikitpun.

Langit yang berubah warna, semburat warna orange dan keunguan, angin yang berhembus tenang dan jalanan yang ramai menjadi objek yang mereka lihat saat ini.

Barra mengendarai motor nya dengan kecepatan sedang, menikmati senja yang mempesona dan memanjakan mata di balik helm nya. Berbeda dengan Sandria, Gadis itu memeluk Barra erat seakan tak akan pernah bertemu kembali. Menikmati pelukan itu. Ia rindu, rindu pelukan dan kebersamaan ini. Hal yang kini jarang mereka lakukan karena kesibukan.

"Ca..." panggil Barra yang merasa Sandria semakin mengencangkan pelukannya. Tanpa gadis itu sadari, airmata nya turun tanpa bisa di bendung.

"Oh.. Maaf..." ucap Sandria meminta maaf karena pelukannya yang terlewat kencang. Gadis itu mengendurkan pelukan nya.

Barra memelankan laju motornya, terdengar isak tangis dari adiknya. Cowok itu kebingungan, apakah ia melakukan kesalahan?

"Kenapa?" tanya Barra meminta penjelasan. Masih mengendarai motor sport nya.

Sandria yang sadar bahwa ia ketahuan menangis pun melepaskan pelukannya dan mengusap airmata dengan lengan bajunya.

Sandria tak menjawab pertanyaan abangnya, ia menegakkan badannya, lalu melihat sekeliling kota yang sangat ramai.

Menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan, ia mencoba meredakan tangisannya. Mengedipkan matanya beberapa kali agar airmatanya tak turun lagi, Sandria tersenyum simpul seperti bulan sabit. Gadis itu berharap airmata nya kering dan tak membekas dengan bantuan angin yang semilir yang menerpa wajah manisnya.

Fokusnya terpecah saat terdengar suara lelaki yang ternyata adalah abangnya sendiri.

"Turun Ca," perintah Barra yang memberhentikan motornya di tepi jalan. Sandria yang tidak tau apa-apa kebingungan. Apakah abangnya itu akan menelantarkannya di sini, sendiri?

"Kenapa, hm?" tanya Barra di akhiri deheman. Sosok abang itu meminta penjelasan dari sang adik yang mata dan hidung nya memerah, jelas sekali jika Sandria tadi habis menangis.

Keduanya berdiri berhadapan. Pandangan mereka bertemu, Barra menelisik lebih dalam mata berwarna coklat kehitaman itu. Sandria tersenyum singkat dengan kaki yang berbalut sepatu itu ia gesek-gesekkan ke jalanan yang ia pijak. Matanya berkaca-kaca, namun ia terus berusaha agar buliran bening itu tak mengalir lagi.

"Nggak papa, emang kenapa?" jawabnya malah balik bertanya. Untuk kesekian kalinya, Sandria tersenyum namun kini senyum itu sangat lebar, menutupi kesedihannya yang begitu besar.

Barra mencoba memahami situasi, Cowok itu memberikan senyum tulusnya. Walaupun ia suka sekali membuat Sandria kesal dan berakhir dengan aksi kejar-kejaran, ia sangat sayang adik perempuannya itu. Ia tak suka melihat adik kecilnya menangis. Gadis yang ia jaga dan ia ratukan selama ini.

ALEXSANDRIA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang