Chapter 22

65 4 0
                                    

Tiba-tiba pintu terbuka. Seseorang datang dengan tatapan tajam melihat keduanya tertawa bersama. Suara genderang pun berbunyi. Deng deng deng.

Mark melangkah tegap menuju hadapan Haechan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Mark melangkah tegap menuju hadapan Haechan. Ia merebut gelas berisi minuman jeruk milik Haechan yang diwarnai kerelaan dari sang pemegang. Mark meminumnya dengan santai sembari matanya melirik ke arah Jeno yang terheran melihatnya.

Glek!
“Ahh.. enak sekali, sayang,” ucap Mark menyentuh pipi Haechan.

Jeno berdehem namun diabaikan oleh Mark. Tidak hanya itu, bahkan Mark mengajak Haechan masuk ke dalam dapur tanpa menganggap bahwa Jeno masih di sana. Hal itu membuat Jeno geram karena kesenangannya diusik dan merasa diabaikan sehingga ia bangkit dan menggapai tangan Mark.

 Hal itu membuat Jeno geram karena kesenangannya diusik dan merasa diabaikan sehingga ia bangkit dan menggapai tangan Mark

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


“Hei, aku ada di sini!,”

Mark menoleh dan melemparkan tangan Jeno. Dengan gerakan cepat yang nyaris luput dari penglihatan, Mark mendorong tubuh Jeno bersama hingga terintimidasi ke dinding. Jemari kekarnya mencengkeram kerah baju Jeno. Mata Mark sekilas berubah warna merah darah, warna khasnya.

Jeno tak gentar sekalipun sempat terkejut. Ia menahan tangan Mark yang hampir menekan lehernya. Namun saat itu Haechan segera bergerak cepat untuk melerai. Ia tak mau ada pertengkaran lagi terutama karena mereka baru saja pulih. Tangan kanan Mark yang mencengkeram kerah baju Jeno pun digapainya. Begitu kuat, namun ia tak kalah kuat untuk menahan Mark. Di sanalah Mark tak bisa melawan kekuatan Haechan dan berhenti. Haechan pun memanfaatkan kesempatan itu untuk berbisik.

“Aku akan bersamamu dan memintanya untuk pergi,”

Seketika warna bola mata Mark kembali normal. Ia menghela napasnya berat. Saat itulah ia melepaskan tangannya dari kerah baju Jeno. Lalu Mark pergi masuk ke dalam kamar.

“Uhukk..,” Jeno terbatuk.

Haechan mendekati Jeno dengan senyumnya. Ia meminta Jeno untuk pulang terlebih dahulu. Hanya tak mau ada pertengkaran lagi, tentu saja Haechan tak mengatakannya pada Jeno.

“Jeno, kita bisa bertemu nanti lagi ya,”

Jeno jelas nampak tak senang. Ia menyetujui permintaan Haechan dengan terpaksa, senyumnya kecut dan matanya menatap tajam ke arah Mark pergi. Ia pun pergi meninggalkan mereka berdua.

5 Dost (Hiatus)Where stories live. Discover now