bagian empat // dia, dekat

1.3K 175 5
                                    

"Jadi, penghuni baru yang disebut-sebut sama mereka itu kamu, ya?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Jadi, penghuni baru yang disebut-sebut sama mereka itu kamu, ya?"

"... mereka siapa, Kak?"

"Anak-anak kos maksudnya."

"Oh ... emangnya, mereka ada ngomongin aku?"

"Bukan ngomongin juga, sih. Cuma pada bingung aja kenapa kamu nggak ikut makan bareng tadi."

Sebetulnya atmosfer yang terbentuk di antara mereka terasa begitu canggung. Ah, mungkin lebih tepatnya hanya Linka yang merasa demikian sebab Zefran justru tampak santai-santai saja sejak tadi. Laki-laki itu memang sempat terkejut di awal, kemudian ia dengan mudahnya memamerkan lengkungan indah di wajah, lantas ia lemparkan beberapa pertanyaan pada Linka.

Kedua insan itu masih berada di dapur umum--Zefran berdiri di dekat kompor sementara Linka sedikit memberi jarak dan membiarkan punggungnya nyaris bersentuhan dengan pintu kulkas.

"Tadi sore aku ketiduran, terus baru kebangun pas denger suara rame di luar. Tapi aku tetep diem di kamar, soalnya ... malu," jelas Linka yang memilih untuk jujur saja pada laki-laki yang masih setia menunggu air matang di sana.

"Malu?" Zefran mengulum senyum saat mengatakannya.

Linka mengangguk dengan kikuk.

"Yah, wajar aja sih, kamu kan penghuni baru. Tapi aku berani jamin kalau anak kos sini pada baik-baik, kok. Coba adaptasi pelan-pelan aja, oke?"

Seketika Linka tertegun. Rasanya déjà vu, sebab Zefran pernah menuturkan nasihat dengan nada suara penuh kelembutan seperti itu. Beruntung sekali pencahayaan di dapur cukup minim sehingga Zefran pasti takkan bisa melihat semburat merah yang muncul di kedua pipi Linka.

"I-iya, Kak," Linka menyahut, tetapi setelahnya ia merasa keadaan akan jauh lebih terasa canggung jika dirinya berada di sana lebih lama. Maka dari itu, sang gadis pun melanjutkan, "Kalau gitu, aku balik ke kamar ya, Kak ...."

"Loh, kok mau balik ke kamar?"

"Eh?"

Linka jadi bingung sendiri kala Zefran berkata demikian.

"Bukannya kamu ke sini mau masak mi?"

Oh, gawat. Presensi Zefran benar-benar sukses membuat Linka lupa dengan tujuan awalnya ke dapur. Ya Tuhan, kenapa Linka harus memperlihatkan kebodohannya seperti itu, sih?

"Oh, iya, aku lupa ...." Linka hanya bisa memamerkan senyum canggungnya. Dan tanpa ia sangka, Zefran justru tertawa kecil karena hal itu.

"Haduh, ada-ada aja kamu," tukas Zefran usai tawanya mereda. Sejenak ia mematikan kompor karena teko sudah berbunyi, yang berarti air di dalamnya sudah matang. "Eh, tapi, kamu emang belum makan malam atau kebetulan lagi laper aja?"

"Emang belum, Kak."

"Kalau gitu, nggak perlu masak mi."

"... kenapa gitu?"

"Bu Dina udah simpenin buat kamu, tuh, ada di lemari makan. Kebetulan tadi aku baru makan jam sepuluh karena aku harus ke kosan temen pas yang lain pada kumpul. Terus, Bu Dina nyuruh aku sisain karena katanya ada yang belum makan. Ternyata kamu, ya."

Sungguh, Linka tidak mengira Bu Dina tak melupakan dirinya yang masih baru di sana. Linka juga baru teringat kalau belum mengecek ponsel sejak ia terbangun tadi. Bisa saja Bu Dina mengirimkan pesan terkait hal tersebut padanya, 'kan? Jika memang benar, Linka tentu akan merasa bersalah sekali.

"Ya udah, makan, gih." Suara Zefran kembali terdengar. Kini ia tengah menuangkan air pada gelas, lalu diaduknya. Linka berasumsi kalau laki-laki itu sedang menyeduh kopi instan jika melihat warna cairan dalam gelas tersebut. "Kamu habisin aja lauk sama sayurnya, biar nggak ada sisa. Tapi jangan lupa dicuci ya, bekas piringnya. Bisa-bisa kamu diomelin Bu Dina kalau pagi-pagi bak cuci piring nggak kosong."

"Iya, Kak," balas Linka menurut sembari dirinya meletakkan sejenak bungkus mi instan di atas kulkas, lantas ia tarik satu piring dari rak.

"Kalau kamu mau nyeduh minuman anget, air di teko masih ada tuh, dan masih panas juga."

"Oh, iya, Kak."

"Kalau gitu aku balik ke atas ya, Linka."

Linka kali ini hanya diam dan memerhatikan sosok Zefran yang beranjak menuju tangga. Namun, sesuatu dalam diri Linka justru mendorong ia untuk melakukan sesuatu sekalipun itu hanya hal kecil.

Maka sebelum Zefran benar-benar menjauh, Linka pun memanggil laki-laki itu.

"Umm, Kak Zef?"

Zefran kontan saja berhenti dan berbalik. "Ya?"

Linka menarik kedua sudut bibir sebelum berkata, "Makasih banyak, ya."

Senyum itu pun lekas menular pada Zefran. "Sama-sama, Linka."

Ah, sungguh, pindah kos di semester keempat ini adalah keputusan paling tepat yang telah Linka ambil. Sebab siapa yang akan menyangka bahwa hal tersebut justru dapat membuat Linka semakin dekat dengan laki-laki pujaannya?

* ੈ✩‧₊˚

bandung, 12 januari 2023

See You After Midnight [PUBLISHED]Where stories live. Discover now