bagian tiga puluh // dia, menanggung sendiri

739 104 0
                                    

Pada hari berikut, Zefran baru bisa kembali bertemu Linka dan punya kesempatan untuk bicara empat mata dengannya--sebab hampir seluruh penghuni kos pun telah pergi menjalani aktivitas masing-masing

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pada hari berikut, Zefran baru bisa kembali bertemu Linka dan punya kesempatan untuk bicara empat mata dengannya--sebab hampir seluruh penghuni kos pun telah pergi menjalani aktivitas masing-masing.

Kemarin, nyaris seharian benak Zefran hanya dipenuhi oleh tanya mengapa Linka berkata seperti itu di hadapan penghuni lain, lalu sang gadis menggantungnya begitu saja dengan alasan bahwa ia harus segera pergi ke kampus, dan Zefran bahkan tak tahu kapan tepatnya ia kembali ke kos. Tahu-tahu saja, lampu kamar Linka sudah menyala, tetapi ia sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya barang sejenak.

Kini Zefran kembali dapati Linka hendak berangkat ke kampus. Pergerakannya yang tidak terburu-buru membuat Zefran segera ambil kesempatan tanpa ragu. Ia yang baru menuruni tangga lantas lekas percepat langkahnya guna menghampiri Linka yang tengah terduduk di sofa, mengenakan sepatu.

"Linka," panggil Zefran, yang tanpa disangka dapat sedikit mengejutkan sang empunya nama. Laki-laki itu lalu menjatuhkan tubuhnya di atas lengan sofa yang bersebrangan dengan Linka.

Sementara itu Linka dengan cepat menoleh. Kedua matanya sedikit melebar. Kemudian ia hanya melempar senyum tipis sebelum kembali pada kegiatannya, tetapi gerakannya mendadak jadi lebih kaku.

"Kemarin kamu pulang jam berapa?" tanya Zefran, berbasa-basi sedikit. Rasanya ia tak bisa langsung bicara pada intinya saat ini.

"Sekitar jam tujuh, Kak," Linka menjawab tanpa menatap lawan bicaranya.

"Kok pulangnya malam?"

"Iya, soalnya ada kerja kelompok."

"Lagi?"

"Yang kali ini beneran--" Sekonyong-konyong ucapan Linka terhenti kala ia secara cepat menyadari bahwa ia sudah kelepasan. Baru saja, ia telah membongkar kebohongannya tempo hari di hadapan Zefran--meski tidak dikatakan dengan sejelas-jelasnya. Namun, Linka cukup yakin Zefran dapat menangkapnya. Hal itu terbukti tatkala Linka ragu-ragu mengangkat kepala hanya untuk merekam bagaimana reaksi lelaki itu.

Dan, benar saja. Zefran tergeming selama beberapa saat dengan tatapan tak percaya. Lantas dari mulutnya terlontar, "'Yang kali ini beneran?' Berarti, yang sebelumnya itu bohong?"

Linka seketika kehilangan kata pada saat itu. Segera saja ia kembali tundukkan kepala dan lanjut mengikat tali sepatu. Untuk sejemang ia memejam seraya merutuki kebodohannya sendiri. Akibat pikiran yang mendadak kacau, hasil ikatannya menjadi tidak sempurna. Namun, Linka mana sempat memikirkan hal itu. Yang ia pedulikan saat ini adalah dirinya yang harus bisa pergi dari situasi tersebut sebelum Zefran bermaksud mengorek informasi lebih dalam.

Dengan gugup Linka meraih tote bag dan menyampirkan talinya di bahu kanan, lalu ia bangkit dari sofa. "A-aku ke kampus dulu, Kak," Linka berujar pelan sembari mengambil langkah ragu.

Di kala itu, tanpa Linka sadari Zefran turut berdiri. Dilihatnya Linka yang--untuk ke sekian kali--ingin menghindar, Zefran lekas menghadangnya sebelum gadis itu berhasil mencapai pintu. "Jawab aku dulu," tukas Zefran dengan intonasi yang terkesan agak dingin. Ketenangan dan kelembutan yang selalu ia berikan seolah lenyap begitu saja. Linka pun langsung tertegun karenanya.

See You After Midnight [PUBLISHED]Where stories live. Discover now