bagian enam belas // dia, ahli

977 136 2
                                    

Kalau disebut menghindar, sebetulnya tidak salah juga

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kalau disebut menghindar, sebetulnya tidak salah juga. Namun, Linka berlaku demikian bukan sebab Zefran berbuat kesalahan. Hanya saja, Linka terlalu terkejut usai mendengar kata-kata yang lolos dari mulut Zefran hingga membuat otaknya benar-benar kosong. Linka pun tak tahu bagaimana ia harus menghadapi lelaki itu jika mereka kembali bertemu sampai tanpa sadar dirinya telah lari selama berhari-hari.

Linka cukup beruntung karena pagi tadi Erga ada bersamanya dan ia tak berakhir terjebak berdua saja dengan Zefran. Kendati demikian, kecanggungan nyata tetap saja ia rasakan. Linka bahkan tak bisa menerima tawaran tumpangan dari Zefran begitu saja meskipiun dalam hati ia sangat ingin.

"Duh, Linkaaa, gue kalau jadi lo sih udah pasti bakalan langsung jawab iya tanpa ba bi bu!"

Adalah respons pertama dari Putri setelah ia dapatkan jawaban mengapa Linka yang nyaris tak pernah bertandang ke kosnya selama hampir dua tahun ini tiba-tiba saja mengabarkan bahwa dirinya akan datang. Dan tak lama setelah itu, sang kawan karib pun betulan muncul di balik pintu.

Namun, Putri lebih tak menyangka lagi bahwa alasan yang sesungguhnya adalah karena Zefran.

"Tapi aku nggak bisa, Put, mulut aku susah banget cuma buat bilang iya aja ...," sahut Linka seraya menyembunyikan wajah pada kedua lututnya yang tertekuk. Kemudian ia miringkan kepala agar dapat menatap lawan bicaranya yang persis berada di sebelah. "Aku juga nggak tau harus ngapain kalau berhadapan sama dia lagi. Rasanya canggung banget, ditambah malu karena waktu itu aku cuma bisa diem kayak orang bodoh."

"Sejujurnya gue bingung kenapa lo malah kabur di saat gebetan lo sendiri udah ngasih lampu ijo," aku Putri dengan tatapan heran yang ia layangkan pada Linka. "Harusnya lo seneng dong, dipuji kayak gitu sama cowok yang lo suka. Kenapa lo malah bersikap kayak gini sih, Ka?"

Kali ini Linka mengangkat kepala seraya mengembuskan napas berat. Ia lantas menyandarkan punggung pada tepi tempat tidur. "Semua orang bisa ngasih pujian ke siapa pun tanpa ada maksud di baliknya, Put. Nggak mustahil juga kalau apa yang dia bilang memang murni pujian biasa yang nggak ada artinya."

"Lo terlalu pesimis tau, Ka. Belum tentu nggak ada artinya juga, 'kan? Elo kan emang nggak tau apa maksud dia tiba-tiba ngomong begitu."

"Ya justru karena aku nggak tau, makanya aku nggak mau terlalu berharap, Put ...."

Putri pun sekonyong-konyongnya terdiam sebab baru mengetahui ketakutan yang Linka rasakan, yang membuatnya tak lekas terbuai hanya karena satu kalimat pujian. Tidak salah memang jika Putri sebelumnya terheran melihat Linka yang bersikap demikian. Linka sendiri pun inginnya tak terlalu banyak berpikir dan hanya perlu fokus pada bunga-bunga yang bermekaran dalam hati. Namun sayang, bahkan dirinya pun tak bisa diajak bekerja sama.

Perlu diakui, perkara menyiksa diri sendiri, Linka memang adalah seorang ahli.

-

See You After Midnight [PUBLISHED]Where stories live. Discover now