bagian empat belas // dia, hadir

951 145 6
                                    

Namanya Linka Drisana

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Namanya Linka Drisana.

Sejak perdana mendengarnya, nama itu langsung tercatat dengan baik dalam kepala Zefran dan terus saja bertahan sampai tahun-tahun berikut terlewat. Zefran bahkan masih ingat betul bagaimana mulanya ia dapat bersinggungan dengan sang gadis, yang tanpa disangka berhasil menjadi salah satu momen tak terlupa dalam hidupnya.

Kala itu, saat kegiatan orientasi diadakan untuk para mahasiswa baru di jurusannya, Zefran tergabung dalam divisi kesehatan untuk kali pertama karena ingin mencoba sesuatu yang baru sekaligus menambah pengalaman. Namun, divisi tersebut akan memulai tugas sesungguhnya dalam kegiatan yang dilaksanakan di luar kampus.

Hari itu pun pada akhirnya tiba.

Zefran bersama rekan-rekan sedivisinya berjaga di belakang saat peserta melakukan trekking menuju ke tengah hutan. Awalnya semua berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan, sampai seseorang dari barisan depan tiba-tiba saja berteriak panik.

"Monitor, kakak-kakak panitia! Ada peserta yang pingsan!"

Jantung Zefran sontak berdegup kencang. Lelaki itu sempat kebingungan di awal karena ini yang pertama kali untuknya, dan ia takut akan melakukan kesalahan. Namun, ia buru-buru mengenyahkan pikiran tersebut karena saat itu bukanlah waktu yang tepat. Bersama dua rekannya yang lain, Zefran pun bergegas maju dengan setengah berlari, membelah barisan peserta yang telah memberi akses jalan.

Setelah akhirnya sampai, Zefran langsung mendapati Linka yang terduduk di tanah dengan dua teman yang berada di sisinya. Syukurnya, gadis itu ternyata masih dalam keadaan sadar meski wajahnya tampak begitu pucat dan tubuh yang sangat lemas. Perasaan khawatir serta-merta menyeruak melihat kondisinya yang seperti itu.

"Zef, lo yang bawa dia, oke? Gue sama Riki bakal cari tempat biar semuanya juga bisa ikut istirahat," titah salah satu rekan Zefran, dan ia tanpa pikir panjang menyetujuinya.

Zefran pun lekas membopong Linka yang terasa begitu ringan di kedua tangannya, lalu ia berkata, "Tahan dulu sebentar, ya?"

Kedua mata Linka terpejam rapat, sementara kepalanya sudah bersandar di dada Zefran. Namun, gadis itu tetap mampu membalas dengan suara paraunya, "Maaf ngerepotin, Kak."

Zefran sejenak tertegun, ia sungguh tak habis pikir Linka masih bisa-bisanya berpikiran demikian dalam situasi seperti itu.

"Ini udah jadi job desc saya, ngerepotin apanya?"

Kejadian itu pun pada akhirnya membuat Linka sempat diingat oleh peserta lain sampai panitia sebagai orang pertama yang tumbang dalam kegiatan orientasi. Namun, Zefran justru mengingatnya sebagai orang pertama yang ia tangani saat dirinya menjalankan tugas, sehingga ketika mereka mulai tak peduli secara perlahan seiring dengan berlalunya waktu, Zefran adalah pengecualian.

Selama berlangsungnya perkuliahan, yang Zefran tahu Linka bukanlah seorang mahasiswi yang mencolok dan bahkan tergolong biasa-biasa saja. Kendati demikian, Linka seakan-akan punya magnet dalam dirinya yang selalu berhasil menarik atensi Zefran untuk melihat ke arahnya. Dan Zefran di masa itu betul-betul tak mengerti apa alasan mengapa bisa terjadi hal seperti itu.

Seolah paham dengan situasi Zefran, tanpa diduga semesta mau berbaik hati memberi bantuan dengan kembali mempertemukan Zefran dan Linka pada waktu-waktu tertentu.

Misalnya ialah saat Zefran tak sengaja bertemu dengan Linka di salah satu tempat fotokopi yang terdapat di kampus mereka, dan percakapan sederhana yang terjadi di antara keduanya pun tak terelakkan.

"Mau nge-print tugas?"

"Nggak, Kak. Saya cuma mau jilid aja."

"Eh, nggak perlu formal gitu ngomongnya. Kan, ospek udah lewat."

"Ah ... i-iya, Kak, kalau gitu aku--eh, gu-gue--"

Zefran seketika terkekeh geli. "Senyamannya aja, nggak perlu dipaksain."

Linka pun tersenyum kikuk. "Maaf, Kak, aku nggak terbiasa soalnya."

"Ngapain minta maaf? Santai aja, nggak papa kali. Tapi, kalau aku yang membiasakan diri, gimana?"

"Eh?"

"Nggak masalah, 'kan?"

"... makasih kalau gitu, Kak."

Dan setelah hari itu, beberapa kali dalam jeda waktu yang tak tentu, mereka pun kerap bertemu di tempat-tempat seperti kantin fakultas, ruang dosen, atau ruang teori saat pergantian jadwal, meski seringnya hanya dapat berbincang singkat ataupun saling melempar senyum. Bahkan ada masa di mana Zefran baru dapat melihat sang gadis kembali usai berbulan-bulan terlewati karena ia mulai memasuki tingkat akhir.

Hal tersebut pun baru terjadi belum lama ini, yakni ketika secara tak terduga Linka muncul di ruangan Bu Winda ketika Zefran tengah melakukan sesi bimbingan skripsi.

Namun, yang tak mengenakkannya adalah di sana, di hadapan dua mahasiswa yang dibimbingnya, Bu Winda malah menceramahi Linka akibat keterlambatan yang terjadi. Zefran pun tahu kalau gadis itu pasti merasa sangat tak nyaman dan ingin segera pergi meninggalkan ruangan. Tapi ia tetap diam mendengarkan sampai akhir dengan memberi balasan seperlunya saja, bahkan tetap patuh mengerjakan sesuatu yang diperintahkan oleh sang dosen.

Selepas kepergian Linka dari ruangan, tadinya Zefran hendak bertanya sesuatu yang masih berhubungan dengan gadis itu. Tapi rupanya Bu Winda sudah lebih dulu membuka suara.

"Hah, anak itu, kalau dia begitu terus, lama-kelamaan orang-orang malah semakin seenaknya saja sama dia. Saya nggak tega juga jadinya, tapi dia memang harus banyak belajar demi kebaikan dirinya sendiri."

"Kayaknya Ibu sangat percaya sama dia, ya, sampai-sampai Ibu nunjuk dia sebagai penanggung jawab salah satu mata kuliah Ibu?"

"Iya, Zefran. Sangat. Walaupun dia tidak aktif di kelas, tapi diamnya itu tidak membuktikan kalau otaknya kosong. Anaknya ternyata cukup cerdas, bisa memahami dengan cepat materi yang saya sampaikan, selalu bisa menyelesaikan tugas dengan hasil yang memuaskan. Tapi yang pasti, dia rajin dan sangat disiplin. Kriteria yang saya punya untuk penanggung jawab, hampir semua ada sama dia. Saya pun jadi tidak ragu buat kasih kesempatan itu ke dia."

Tanpa sadar, kedua sudut bibir Zefran tertarik kala mendengar penuturan Bu Winda. Zefran tahu itu, Linka pasti mempunyai kelebihan-kelebihan yang belum tentu dapat dilihat oleh semua orang. Ada ketertarikan tersendiri yang gadis itu miliki, yang hanya akan dapat ditemukan apabila seseorang mau berusaha mencari tahu. Oleh karena hal tersebut, dalam diri Zefran pun mulai muncul keinginan untuk mengenal Linka lebih jauh lagi. Hanya saja, Zefran tak tahu bagaimana harus memulainya.

Kemudian, di saat Zefran sibuk memikirkan hal tersebut, secara tak terduga semesta kembali memberi pertolongan untuk yang ke sekian.

Namun, yang kali ini agaknya memang lain daripada yang lain.

Sebab di waktu selepas tengah malam, secara mengejutkan Zefran mendapati kehadiran Linka di kos yang telah menjadi tempat menetapnya selama hampir empat tahun. Zefran sungguh tak percaya akan hal itu, tentu saja. Tapi barangkali semesta memang sengaja memberikan kesempatan bagi Zefran untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya dengan lebih leluasa.

Dan jika benar adanya demikian, maka akan Zefran coba gunakan kesempatan itu dengan sebagaimana mestinya, dan tentu tetap dengan caranya sendiri.

* ੈ✩‧₊˚

bandung, 31 januari 2023

See You After Midnight [PUBLISHED]Where stories live. Discover now