bagian dua puluh delapan // dia, berbeda

745 107 4
                                    

"Maaf, Kak, HP aku mati soalnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Maaf, Kak, HP aku mati soalnya ...," Linka berujar dengan perasaan bersalah yang amat kentara pada sorotnya. Zefran tak mengerti kenapa sang gadis tampak seperti baru saja melakukan kesalahan besar. Tapi, yah, sejak dulu memang begitulah Linka, pikirnya. Ia kerap kali meminta maaf atas apa pun yang sebetulnya tak begitu diperlukan. Zefran sudah terlampau mengerti akan sifatnya yang satu itu.

Zefran pun meloloskan napas pendek sembari menyunggingkan senyum simpul. "Nggak papa, yang penting kamu udah ada di sini, 'kan, sekarang?"

"Kakak udah nunggu berapa lama?"

"Hm, sekitar satu jam?"

"... satu jam itu lumayan lama."

"Tapi aku diem di sini nggak cuma nungguin kamu doang, kok." Zefran lantas menunjuk laptopnya yang terletak di atas meja. "Tuh, aku sambil ngerjain hal lain juga, jadinya nggak kerasa lama."

Linka hanya tergeming. Tak terjadi perubahan sedikit pun pada rautnya. Namun, perlahan tatapannya tampak berbeda, hanya saja Zefran sulit untuk mendeskripsikannya. Di saat itu Zefran juga baru menyadari bahwa sepasang manik gelap Linka terlihat agak sayu dan memerah, membuat ia berasumsi kalau Linka pasti kelelahan. Oleh sebab itu, Zefran tak bertanya apa-apa meski ia ingin. Bahkan ketika Zefran menangkap bagaimana bibir Linka bergerak nyaris mengeluarkan kata--sebelum kembali terkatup rapat dan berakhir dengan dirinya yang membuang pandangan, Zefran tetap menahan diri untuk tak bertanya meski ia teramat ingin.

Hingga pada akhirnya, yang bisa Zefran ucapkan hanyalah, "Kamu pasti capek, 'kan? Sekarang mending kamu ke kamar, langsung istirahat. Besok kan masih harus kuliah lagi."

Kali ini pun Linka tetap tidak bersuara. Ia hanya mengangguk, lalu ragu-ragu menggerakkan bola mata ke arah Zefran hanya untuk mengalihkannya lagi pada hal lain. Sejatinya kata "kenapa" sudah berada di ujung lidah Zefran, tetapi lagi-lagi berakhir terhenti di sana. Nanti saja, Zefran membatin, dengan sedikit harapan Linka akan berkenan untuk mengatakan apa pun yang ingin ia katakan.

Usai figur Linka hilang di balik pintu, Zefran lantas beranjak kembali duduk di sofa dan meraih laptop dari meja ke pangkuan. Ingin melanjutkan pekerjaan, tetapi fokusnya sudah terlanjur terbagi dua. Kata-kata yang semula telah terkumpul dalam kepala untuk dituangkan melalui ketikkan mendadak berhamburan. Lelaki itu pun menghela napas panjang, dan tanpa bisa dicegah pandangannya ia lempar pada pintu kamar Linka.

Sebenarnya ada apa? Jika menilik dari bagaimana air muka gadis itu, yang dapat terpikirkan oleh Zefran hanyalah sesuatu yang tidak baik sehingga ia tak bisa mengenyahkannya dari dalam kepala begitu saja. Hal tersebut pun turut didukung oleh keraguan Linka yang sudah jelas ingin berkata sesuatu kepada Zefran, tetapi malah ia urungkan.

Haruskah Zefran tanyakan langsung hanya untuk sedikit mengurangi kecemasannya?

Zefran kontan saja menggeleng. Setidaknya jangan hari ini, pikir laki-laki itu. Ia lantas kembali menarik napas dalam-dalam dan mencoba kembali fokus pada skripsinya yang sudah nyaris rampung.

See You After Midnight [PUBLISHED]Where stories live. Discover now