bagian sembilan belas // dia, berani

931 137 10
                                    

Suara ketukan pada pintu kamar kos membuat Linka yang tengah memasang sprei di tempat tidur seketika menoleh dan ia hentikan kegiatannya sejenak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara ketukan pada pintu kamar kos membuat Linka yang tengah memasang sprei di tempat tidur seketika menoleh dan ia hentikan kegiatannya sejenak.

"Linka, sini keluar dulu, dong!" Vokal yang Linka yakini adalah milik Jihan kemudian menyertai.

Mendengar apa yang Jihan katakan, Linka pun gegas lanjut menyelesaikan pekerjaannya seraya berujar, "Iya sebentar, Jihan." Setelahnya gadis itu merapikan rambut sesaat, yang semula ia cepol asal menjadi diikat kuncir kuda. Barulah ia beranjak untuk membukakan pintu.

Figur Jihan dengan rambut pendek sebahunya langsung menyambut Linka. Namun, ketika pandangannya tak sengaja tertuju pada ruang tamu, ia sudah menemukan beberapa penghuni kos yang lain berasa di sana. Bahkan langkah-langkah yang menuruni anak tangga pun terdengar hingga akhirnya mereka-mereka menampakkan batang hidung di lantai bawah. Kening Linka pun segera berkerut. Kenapa semuanya berkumpul seperti ini?

"Ah, lo pasti bingung ya, liat yang lain pada kumpul gini?" terka Jihan yang tampaknya dapat membaca wajah Linka. "Nggak papa nggak papa, wajar, elo kan baru di sini. Makanya gue nyamperin lo sekarang, Ka."

"Jadi, ada apa, Han?" tanya Linka kemudian.

"Gini, Ka. Berhubung pekan ujian udah lewat, penghuni Kos Ibu Dina ini emang suka banget bikin perayaan kecil-kecilan. Bukan yang gimana-gimana, kok, kita cuma bakalan makan-makan rame-rame. Tapi, dengan syarat lo harus ikut udunan kalau mau ikut nikmatin, hehe. Jadi gimana, Ka? Lo nggak mungkin nggak ikut gabung, dong?"

Berdasarkan penuturan Jihan, bertambahlah satu lagi hal yang baru Linka ketahui terkiat kos milik Bu Dina dan apa-apa saja yang ada di dalamnya. Linka baru tahu kalau ada kegiatan seperti itu, merupakan sesuatu yang mustahil akan dilakukan di kos lamanya. Jumlah penghuni yang sedikit nyatanya justru lebih dapat menciptakan ikatan kekeluargaan yang kuat dan mampu memunculkan perasaan hangat. Lagi-lagi ingin Linka sampaikan bahwa ia benar-benar tak menyesali kepindahannya.

Maka dari itu, Linka pun menyunggingkan senyum kecil sambil menyahut, "Aku ikut."

"Yeay!" sorak Jihan sambil bertepuk tangan senang, setelahnya ia menarik Linka ke ruang tamu tanpa sempat menutup pintu dengan rapat. "Nah, kalau gitu lo harus ikut diskusi bareng-bareng buat nentuin makanan yang bakal kita beli."

"Kak Linka, sini!" Tampak Erga yang terduduk di sofa sembari menepuk-nepuk ruang kosong di sebelahnya. Godaan-godaan pun lekas bermunculan, tetapi makian yang ditujukan pada Erga malah berjumlah lebih banyak.

"Hadeh, Ga, entar kalau Linka tiba-tiba pengen pindah gara-gara lo bikin nggak betah, baru tau rasa lo!" Ucapan itu datang dari Maya yang baru kembali dari dapur seraya membawa segelas air putih. Ia kemudian menarik paksa lengan Erga agar laki-laki itu bingkas dari sofa. "Nah, sini, Linka, dedemitnya udah gue usir."

"Ih, Kak May, jahat banget sih lo," ujar Erga sambil memasang wajah cemberut. Ia tak terima, tetapi tak bisa melakukan apa pun sebab Maya tampaknya lebih membuat ia takut ketimbang dua penghuni laki-laki yang lebih tua darinya: Luki dan Zefran.

See You After Midnight [PUBLISHED]Where stories live. Discover now