bagian dua puluh tujuh // dia, menunggu

768 108 4
                                    

"Sebenarnya, sejak awal permasalahan utama kamu cuma satu, Zefran, yaitu perihal tata cara penulisan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sebenarnya, sejak awal permasalahan utama kamu cuma satu, Zefran, yaitu perihal tata cara penulisan. Saya sudah beberapa kali menemukan kesalahan seperti: kalimat yang tersusun tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan, penjelasan yang berulang, kata-kata yang digunakan secara tidak tepat, atau bahkan kesalahan dalam pengetikkan. Saya jadinya ragu, sebenarnya kamu baca isi pedomannya atau tidak? Dan, apa kamu tidak pernah cek ulang dengan lebih teliti sebelum bimbingan?"

Zefran menarik napas sejenak usai Bu Winda kembali mencecarnya dalam sesi bimbingan yang ke sekian--Zefran bahkan sudah tak ingat lagi dengan jumlahnya. Namun, Zefran akui bahwa apa-apa yang telah Bu Winda sebutkan merupakan salah satu kelemahan yang ia miliki. Dalam konteks karya ilmiah, menulis bukanlah keahliannya. Yah, bukan berarti sama sekali tidak bisa juga, hanya saja ia selalu berakhir harus merombaknya di beberapa bagian sampai berhasil mendapat anggukan puas dari dosen yang bersangkutan.

Kesalahan lain Zefran yakni tak pernah membaca ulang apa yang sudah diketiknya acap kali ia menyelesaikan satu bab. Yang Zefran lakukan hanyalah menyimpan dokumen lantas menutup laptop, dan setelahnya ia lupakan begitu saja seolah skripsinya bukanlah sesuatu yang penting, tanpa ia sadari bahwa terdapat salah-salah di beberapa bagian.

Kini Zefran pun mengerti kenapa pada saat itu, saat ia bantu mengerjakan tugas milik Linka, sang gadis meminta izin untuk turut menambahkan beberapa hal. Mungkin maksud sesungguhnya adalah Linka ingin memperbaiki kekacauan yang telah dibuat oleh laki-laki itu, tapi ia tak sampai hati untuk berkata jujur.

Oh, ya ampun. Bisa-bisanya Zefran malah menerima hadiah setelah apa yang dilakukannya tersebut.

"Maaf Bu, kebiasaan buruk saya memang yang nggak pernah cek kembali pekerjaan saya sendiri walaupun saya tau hasilnya pasti masih jauh dari kata sempurna," tutur Zefran mengakui kesalahan, lantas ia tarik napasnya sejenak. "Kalau soal pedoman, saya rasa saya sudah pelajari betul-betul kok, Bu. Hanya saja, saya yang belum bisa mengaplikasikannya dengan baik dalam penulisan skripsi saya."

Bu Winda lekas menggeleng-geleng tak habis pikir. "Beruntung kesalahan kamu tidak begitu fatal, tapi tetap saja, revisian kamu tiap bimbingan jadi bertambah banyak, 'kan?" Wanita itu kemudian menunjuk-nunjuk salinan bab akhir skripsi Zefran--yang tergeletak di atas meja--dengan pulpen. "Lalu ini, kesimpulan yang kamu buat belum bisa disebut sebagai kesimpulan. Di sini kamu masih hanya sekadar meringkas dari hasil penelitian kamu dengan kata-kata yang nyaris sama persis."

Seraya mendengarkan Bu Winda yang lanjut memberi penjelasan terkait apa yang harus Zefran lakukan untuk memperbaiki hal tersebut, lelaki itu termenung di tempat meratapi keadaannya yang tak pernah lepas dari kata revisi--meskipun ia sudah berhasil sampai di bab akhir.

"Coba kamu baca kembali skripsi terdahulu dan pelajari bagaimana hasil tulisannya supaya kamu punya lebih banyak gambaran."

"Baik, Bu."

"Untuk bimbingan selanjutnya, sebisa mungkin yang harus kamu bawa adalah skripsi utuh yang sudah lengkap dengan elemen-elemen lainnya. Kalau sudah benar-benar tidak ada masalah lagi, berarti sudah bisa langsung saya ACC untuk sidang." Jeda sejenak. "Kamu masih punya semangat tinggi, 'kan, walaupun kamu sedikit tertinggal oleh beberapa teman kamu?"

See You After Midnight [PUBLISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang