bagian dua puluh lima // dia, khawatir

895 123 1
                                    

Kala satu per satu penghuni mulai meninggalkan atap kos seraya membawa barang-barang yang digunakan dalam acara makan malam mereka, tiba-tiba saja Linka merasakan lengannya ditarik pelan sebelum ia sempat mencapai pintu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kala satu per satu penghuni mulai meninggalkan atap kos seraya membawa barang-barang yang digunakan dalam acara makan malam mereka, tiba-tiba saja Linka merasakan lengannya ditarik pelan sebelum ia sempat mencapai pintu. Gadis itu lantas menoleh, dan ia lekas menemukan Zefran yang tengah menaruh telunjuk di depan bibir, sebagai isyarat agar ia tetap diam.

Linka patuhi sang lelaki. Ia juga tak ingin menarik perhatian para penghuni--meski mereka pasti akan dengan sendiri menyadari bahwa dua manusia lain tak ikut turun. Apa yang terjadi antara dirinya dan Zefran pun tentu akan membuat mereka paham betul.

Zefran kemudian membawa Linka ke dekat pembatas balkon. Kini keduanya berdiri berhadapan. Embusan napas berat lalu Zefran embuskan. "Akhirnya, cuma berdua," ujar laki-laki itu disertai senyum kecil yang mulai merekah. "Sebenernya tadi aku pengen banget ngelarang mereka buat nggak usah makan bareng di atap. Ganggu rencana aja. Untung pada masih inget waktu, jadinya nggak bablas sampe tengah malam."

Linka tak bisa untuk tidak tersenyum geli. Zefran yang menggerutu seperti itu entah mengapa terdengar begitu lucu. "Tapi, biasanya juga aku sama Kakak ke atap di atas tengah malam."

"Oh, iya juga ya? Tapi, sekarang kita udah sama-sama sepakat untuk nggak sering begadang lagi, 'kan?"

"Um, aku nggak bisa janji sih, Kak. Tergantung gimana situasinya juga."

"Linka ... kamu mau mimisan lagi kayak waktu itu?"

"Nggak gitu, Kak ...."

Napas pendek lantas Zefran embuskan. Setelahnya Zefran kembali melakukan kebiasaan baru yang hanya ia lakukan kepada Linka: mengelus lembut puncak kepala sang gadis. Dan, tentu saja, hal itu selalu sukses membuat perut Linka serasa tergelitik.

"Makanya, lain kali kamu harus coba buat selalu prioritasin diri kamu dulu, oke?" tutur Zefran memperingati. "Jangan sampe aku harus liat situasi kayak gitu lagi, di depan mata aku sendiri."

Sesaat Linka menahan napas. Rasanya masih saja seperti mimpi melihat laki-laki yang sudah Linka sukai sejak lama kini tengah memberikan perhatian khusus--yang tak pernah disangka akan berhasil ia dapatkan. Namun, seperti yang Zefran katakan, Linka hanya cukup fokus padanya saja dan tak perlu memikirkan hal lain lagi. Dengan begitu, Linka pun percaya bahwa semua ini memanglah nyata.

"Tapi, Linka." Suara Zefran kembali terdengar sebelum Linka belum sempat merespons yang sebelumnya.

"Iya, Kak?"

"Sekarang, selain sama aku, kamu beneran udah bener-bener nyaman sama anak kos yang lain, ya?"

"Eh?"

Zefran tergeming sejenak. Sepasang manik gelapnya tampak lekat mengunci Linka. "Soal yang tadi, aku nggak percaya kamu bakal segampang itu buat kasih tau hal sensitif ke yang lain. Aku pikir, aku bakal jadi orang pertama yang tau." Ada jeda. "Ah, tapi maksudnya bukan berarti kamu harus cerita ke aku juga karena itu tetap hak kamu. Cuma, aku penasaran ... kalau tadi Jihan nggak nanya, apa kamu berniat buat kasih tau hal itu ke aku?"

See You After Midnight [PUBLISHED]Where stories live. Discover now