bagian tujuh belas // dia, setara

893 127 6
                                    

"Zef, ngapain lo barusan? Jangan pikir kita semua nggak liat ya, yang lo lakuin tadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Zef, ngapain lo barusan? Jangan pikir kita semua nggak liat ya, yang lo lakuin tadi."

Adalah reaksi pertama yang Zefran dapatkan usai ia kembali ke meja dengan segelas jus mangga di tangan. Gema, sang kawan terdekat, menjadi yang paling tampak penasaran oleh sebab selama hampir empat tahun ini ia tak pernah mendapati Zefran menaruh hati pada gadis mana pun di kampus. Bahkan teman-teman yang lain turut tak habis pikir melihat laki-laki seperti Zefran betah sekali mengarungi dunia perkuliahan tanpa seorang pasangan.

Dan kini, mereka tiba-tiba dikejutkan oleh pemandangan tak biasa dari Zefran yang melibatkan seorang gadis. Kalau hanya sekadar mengobrol mungkin tidak jadi masalah, tetapi kontak fisik pun terjadi pula. Jadi, bagaimana mungkin sebuah tanda tanya besar tidak lekas muncul dalam diri?

"Cuma bantuin aja, hampir tubrukan sama orang di depannya habisnya," jawab Zefran dengan tenang, setelahnya ia menikmati jus mangga seolah tak sedang diserang oleh tatap-tatap pemnuh keingintahuan.

"Ah, nggak percaya gue," Gema menyahut dengan mata memicing. "Keliatannya nggak kayak cuma sekedar bantuin, tuh."

Kali ini, teman-temannya yang lain turut menimpali dengan:

"Eh, tapi daripada itu, lo semua apa nggak penasaran tuh cewek sebenernya siapa?"

"Kalau nggak salah sejurusan sama kita, deh? Anak semester empat apa ya? Lupa-lupa inget gue."

"Oh, lo bener. Gue baru aja keinget, dulu tuh dia maba yang tumbang duluan di antara peserta yang lain pas ospek di luar."

"Nah, bener, itu dia! Pantes aja mukanya nggak asing, njir. Sempet terkenal tuh dia gara-gara itu."

"Oh, oh, gue juga jadi inget kalau dia langsung ditangani sama Zefran waktu itu. Ya 'kan, Zef?"

Yang ditanya pun kontan saja atensinya teralihkan. Zefran agak tak menyangka juga rasa penasaran mereka kini justru berpindah pada sosok Linka. Dan, Zefran tak bisa menyangkal bahwa itu sedikit mengganggunya. Ia bahkan dapat membayangkan bagaimana tak nyamannya Linka jika tahu apa yang terjadi saat ini.

Oh, seharusnya dia masih di kantin sekarang, 'kan?

Sontak Zefran edarkan pandangan ke sekeliling untuk memastikan. Ternyata dugaannya benar saja, Linka masih berada di tempat ini, menempati salah satu meja di ujung, menikmati santap siang bersama seorang temannya. Oleh karena itu, sebisa mungkin Zefran harus mengontrol keadaan agar apa-apa saja yang diucapkan teman-temannya tak sampai ke telinga Linka.

"Iya, emang," Zefran menjawab sekenanya, dengan sedikit harapan mereka akan segera berhenti di sana.

Namun, yang setelahnya terjadi adalah munculnya sorakan heboh bersahutan, dan segala macam pikiran dalam kepala lekas mereka lisankan.

"Aha! Ngerti gue sekarang, ternyata awal mulanya dari situ, guys!"

"Bunga-bunga cinta langsung bermekaran banget nggak, tuh?"

"Gue malah langsung bisa ngebayangin adegannya anjir, terus ditambah lagu Tiba-tiba Cinta Datang. Beuh! Udah persis FTV banget!"

"Hadoh, Zef, Zef, nggak nyangka banget gue sumpah!"

Zefran hanya dapat mengembuskan napas lelah sembari memijat pelipis. Sungguh, itu terlalu berlebihan, sebab kejadian sebenarnya tidak persis demikian. Namun, Zefran tak kuasa menahan senyum melihat kawan-kawannya ternyata malah menunjukkan sikap suportif. Ini bisa jadi pertanda kalau mereka mendukung hubungannya dan Linka, 'kan?

Yah, setidaknya sampai Zefran tiba-tiba saja mendengar omongan-omongan tak mengenakkan dari salah seorang kawannya yang bernama Hani.

"Tapi sori, nih ... gue nggak nyangka tipe cewek lo ternyata modelan kayak begitu, Zef."

Zefran kontan mengeratkan rahang, tetapi ia berusaha keras untuk tetap tenang. Padahal ia belum memberi tahu apa pun soalnya perasaannya, tapi kenapa sudah muncul perkataan semacam itu?

"Maksud lo apa?"

"Ya ... kalau dibandingin sama lo jauh banget gitu, Zef. Emang anaknya cantik, sih, tapi cantik aja nggak cukup, 'kan? Setau gue dia nggak menonjol di antara anak seangkatannya yang lain. Tipe mahasiswa kupu-kupu, nggak aktif sama sekali. Katanya juga dia introvert parah, pemalu gitu deh pokoknya. Pernah tuh temen gue pengen ajakin ngobrol, tapi responnya malah nggak banget dan kebanyakan diemnya, jadi bikin males duluan pokoknya. Mendingan lo cari yang lebih-lebih dari dia deh, Zef, kalau kata gue."

Zefran betulan tak menduga akan mendengar kalimat-kalimat seperti itu terkait Linka dari salah seorang temannya sendiri. Bukan hanya ia, bahkan yang lain langsung kehilangan kata saat itu juga. Atmosfer di meja itu pun dengan cepat berubah seratus delapan puluh derajat.

Pada masa itu Zefran tak langsung bereaksi. Namun, siapa pun yang mengenalnya dengan baik pasti akan langsung paham kalau dirinya tengah matian-matian menahan emosi. Air mukanya memang tampak tenang, tetapi tatapan menusuk di balik kedua lensa kacamata itu tentu tak bisa diabaikan. Dan, seharusnya Hani segera tersadar bahwa ia baru saja melakukan kesalahan besar.

Namun, sebelum Zefran sempat mengeluarkan sepatah dua patah kata, secara tak terduga Gema yang duduk di hadapannya lebih dulu buka suara.

"Pandangan lo ke dia jelek banget kayaknya, Han. Lo kenal banget sama dia emangnya? Atau cuma dari omongan orang yang dilebih-lebihkan?" Ada jeda sejenak yang Gema gunakan untuk menghirup napas dalam-dalam. "Maaf nih, gue baru ngomong lagi karena kalian keburu heboh duluan tadi. Tapi, asal lo semua tau, diem-diem begitu dia berhasil jadi salah satu mahasiswi kesayangan dosen-dosen, guys. Gue tau karena kebetulan wali dosen kami sama, dan belio nggak pernah kelewatan buat bahas dia tiap lagi kumpul.

"Yah, lo semua pasti pahamlah apa alasannya kenapa bisa begitu, 'kan? Denger-denger juga IPK tiap semesternya sejauh ini konsisten dengan angka yang nggak main-main, cuy, udah jelas bakal calon cumlaude ini," lanjut Gema. "Jadi, menurut lo bagian mana yang nggak sebanding sama Zefran, Han? Dan kalaupun emang nggak sebanding, apa hak lo buat berkomentar seenaknya terhadap seseorang yang nggak lo kenal?"

Mendapat serangan seperti itu Hani pun seketika langsung terbungkam. Ia juga tak menyangka tidak ada satu pun yang setuju dengan perkataannya sehingga tak ada yang bisa dijadikan sebagai pembelaan.

Zefran kemudian meloloskan napas panjang-panjang. Dilihatnya sejenak Gema yang telah secara sukarela mewakili apa-apa saja yang ingin ia sampaikan. Menyadari hal itu, Gema lekas mengangkat jempolnya rendah. Senyum tipis Zefran pun tersungging yang disertai oleh angguk-anggukkan kepala. Barulah setelahnya ia kembali menghadapi Hani.

"Yah, apa yang mau gue omongin ke lo udah diwakilin sama Gema," tukas Zefran, lagi-lagi berusaha agar tetap tenang. "It's okay kalau lo punya pemikiran kayak gitu, tapi alangkah lebih baik buat lo simpen sendiri aja. Tadi kata lo dia kebanyakan diemnya, ya? Tapi menurut gue itu malah jauh lebih bagus daripada suaranya dipake untuk ngomongin seseorang di belakang dan nge-judge sembarangan kayak yang lo lakuin barusan."

Zefran lantas meraih tas ranselnya dan bingkas dari kursi. Jus mangga yang masih tersisa setengah ia abaikan oleh sebab sudah hilang selera. Tak ada yang berani bersuara kala itu karena mereka tahu persis bahwa marahnya sosok seperti Zefran justru jauh lebih membahayakan.

Sebelum benar-benar pergi, Zefran bahkan menyempatkan diri untuk berkata, "Oh, satu lagi. Karena ini hidup gue, jadi lo nggak bisa seenaknya atur-atur sekalipun lo adalah temen gue. Paham, 'kan?"

* ੈ✩‧₊˚

aku up lagi nih karena sebelumnya lumayan lama ga update hehe maaf yaa :(

bandung, 12 februari 2023

See You After Midnight [PUBLISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang