TIGA PULUH ENAM

45.4K 4.9K 508
                                    

halo semuaa maaf yah kmrn tuh aku sakit. jadi ini baru sempat up lagii abis ngetik super ngebut.

oke happy readingg!!!

oke happy readingg!!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

___

Merasakan kasurnya bergerak, Kayra yang tadinya hampir terlelap membuka matanya. Matanya bertemu dengan wajah segar sang ayah yang tengah menempelkan punggung tangan ke dahinya.

"Loh, matanya sembap gini? Nangis?"

Kayra memilih menarik selimutnya hingga menutupi wajah.

"Badannya hangat gitu. Matanya bengkak. Siapa yang berani nyakitin anak Papa, hm?"

Selimut bergerak turun. "Papa kemarin ke mana? Kok gak di rumah?"

"Ketemu teman lama, Kay. Keasikan ngobrol sampe lupa waktu." Danuar mengusap puncak kepala Kayra lembut. "Udah minum obat, Kay? Ini nangis sampe demam gini. Istirahat ya. Hari ini gak usah ke sekolah dulu gapapa."

Kayra mengangguk. Kepalanya terasa berat dan pusing.

"Papa udah beliin bubur. Makan dulu, abis itu minum obat. Jangan tidur dulu ya, Kay."

Sementara Kayra hanya bergumam tidak jelas sambil menaikturunkan kepalanya sebagai jawaban.

Danuar keluar dari kamar putrinya. Di dapur, sudah ada Rangga yang sedang menuangkan bubur ke dalam mangkuk.

"Ini buburnya sudah saya pindah ke mangkuk, Pak."

Lelaki yang memanggil Danuar dengan sebutan 'Pak' itu menyerahkan semangkuk bubur hangat kepada pria yang sering ia panggil dengan sebutan 'Om' di depan Kayra.

"Makasih."

"Cowok yang di depan tadi sudah kamu bereskan?" tanya Danuar lagi.

"Sudah, Pak."

Danuar mengangguk. "Berkas pencairan dana untuk proyek kerja sama pembangunan hotel di Dubai sudah saya tanda tangan kemarin. Untuk rapatnya seperti biasa, kamu yang gantikan. Kalau mereka masih bersikeras mau bertemu dengan saya, batalkan saja kerjasamanya. Biaya penaltinya nanti kamu langsung hubungi bagian keuangan."

"Baik, Pak. Kalau begitu, saya berangkat, Pak."

__

Gelap.

Dingin.

Sunyi.

Riel saat ini tengah mengurung dirinya sendiri di kamar. Membiarkan kehampaan itu memeluk raganya, menenggelamkan pikirannya dalam ketakutan semata-mata agar ia tidak terbayang-bayangi oleh pertengkaran dan kata putus yang dilontarkan Kayra.

Riel sangat benci gelap. Gelap membuatnya takut. Gelap selalu berhasil membuatnya rapuh.

Karena dalam kegelapan, ia kehilangan tangan dan pelukan dari Dania, ibu kandungnya.

GEVARIELWhere stories live. Discover now