EMPAT PULUH SATU

52.2K 5.4K 1.1K
                                    

warning : ada adegan kekerasan ya.

ges ini aku udah kuliah, dan tugasku juga udah banyak.

kalau udah selesai ngetik aku pasti langsung up kok. mohon maklum ya 🙏

jangan lupa vomment dan happy readingg!!!

jangan lupa vomment dan happy readingg!!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

___

Barga tidak bisa menahan raut khawatirnya di depan ruangan berwarna putih itu. Sementara Carissa masih sibuk dengan ponselnya, tampak menjawab panggilan-panggilan yang masuk ke ponsel pribadinya.

Carissa menyodorkan air putih yang sudah dibuka tutupnya kepada Barga, menyuruh lelaki itu untuk duduk selagi dokter memberikan penanganan darurat.

Kemudian Carissa membagikan botol air mineral lainnya kepada tiga pemuda lainnya yang juga menunggu dengan penampilan sama kacaunya.

"Makasih, Tan," jawab Keanu lesu.

"Kalau kalian mau pulang, pulang aja gapapa," ucap Carissa pada ketiganya.

Carissa bisa melihat ketiga orang itu sama kacaunya dengan Barga. Bahkan pakaian mereka sudah ikut berlumuran darah.

Tiga kepala yang tertunduk itu kontan terangkat saat pintu terbuka dan memunculkan seorang perempuan berpakaian serba hijau dan lengkap dengan peralatan tempur operasi.

"Orangtua pasien Gevariel?" tanya sang suster.

Barga dan Carissa kompak mendekati perawat itu. "Pasien saat ini kehilangan banyak darah dan membutuhkan transfusi. Golongan darah pasien B negatif. Pihak rumah sakit sedang kehabisan stok darah karena di unit IGD beberapa jam lalu ada kecelakaan beruntun."

"Bapak dan Ibu ada yang golongan darahnya sama dengan pasien?"

Ibu tiri Riel itu menggeleng. "Saya A negatif."

Gara, Keanu, dan Riven juga ikut menjawab serentak.

"Gue O+."

"Gue AB. Gak tau positif atau gak."

"Gue B+."

Suster itu tetap menggeleng. "B- atau O- yang bisa mendonorkan," jawabnya.

Tiga teman Riel kompak menghadap Barga. "Om Barga kan ayah kandung Riel, harusnya sama."

Barga meraup wajahnya, terdiam.

Mengerti kekalutan Barga, Carissa menyela. "Saya telepon ayah kandungnya dulu. Pasien bisa bertahan kan?" tanya Carissa terlebih dahulu.

Sedangkan tiga teman Riel itu memasang wajah kebingungan sekaligus kaget mendengar penuturan Carissa. Ayah kandung? Maksudnya? Bukankah Barga ayah kandung Riel?

"Baik, sebentar saya siapkan peralatannya."

Carissa segera menelepon seseorang. Seseorang yang ia yakin bisa menyumbangkan darahnya untuk Riel. Namun sebuah tangan menahannya. Carissa menatap ke arah Barga.

GEVARIELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang