BAB 17

469 74 7
                                    

17. Mirip Ayah

Happy Reading
Sebelum baca vote dulu yuk
Mohon untuk tidak meniru adegan kekerasan dalam cerita ini ya

"Shaka, hari ini gue boleh ke lapas gak?," tanya Bulan ketika mereka turun dari mobil hitam Shaka.

"Ngapain?! Mau jenguk Hesa, hah?!," ujar Shaka sambil mengambil tasnya di dalam mobil lalu menghampiri Bulan.

"Iya gue cuma mau bilang ke Bang Hesa kalau dia bakal bebas," ucap Bulan menjawabnya.

"Ck, kata siapa Abang lo bakal bebas?," ucap Shaka sambil memasukan satu tangannya ke saku celana.

"Kata lo," jawab Bulan sambil menunduk menghindari tatapan tajam Shaka.

"Gue enggak pernah janji itu," jawab Shaka dengan nada meremehkan sambil membasahi bibir merahnya.

"K-kok g-gitu? Kita udah sepakat kalau gue nyerahin hidup gue lo bakal bebasin Hesa," ucap Bulan dengan berani menatap Shaka.

"Tanpa kesepakatan itu pun hidup lo udah jadi milik gue," ucapan Shaka tersebut membuat Bulan gelisah. Ternyata, Shaka tetaplah Shaka si egois.

"Tapi gue-,"

"Hai, Shaka," sapa seseorang memotong ucapan Bulan membuat atensi Shaka teralihkan pada cewek tersebut yang memakai sweater merah.

"Hai. Sebelum latihan skating ke kantin dulu yuk," ajak Shaka tersenyum sumringah pada Hani teman satu ekskulnya.

Dengan angkuhnya Hani menabrak bahu Bulan dan langsung pergi dengan Shaka.

"Yuk, Ka. Gue juga belum sarapan," ucap Hani terdengar manja.

Bulan hanya mencebik kesal dengan sikap Hani padanya. Sepertinya Hani mulai dekat dengan Shaka karena berlatih bersama.

Setelah Shaka dan Hani pergi, tiba-tiba ada seorang pria paruh baya berumur 40 tahunan dengan setelan jas kantor menghampiri Bulan.

"Permisi, Nak. Teman Hani ya?," tanya Bapak tersebut.

"Iya, Pak. Kenapa ya?," tanya Bulan sambil memperhatikan wajah Bapak ini karena mirip dengan ayahnya. Tapi Ayah Bulan sudah meninggal meski Ibunya tak pernah menunjukan letak makamnya. Apakah Ibunya berbohong? Kenapa pria dihadapannya sangat mirip dengan Ayahnya?

"Nak...Nak...," panggil Bapak tersebut sambil melambaikan tangannya di depan wajah Bulan yang sedang melamun.

"Ah, iya pak," ucap Bulan mencoba menyadarkan diri mungkin saja Bulan terlalu rindu dengan sosok Ayah. Mana mungkin orang yang sudah meninggal bisa hidup lagi.

"Ini tolong kasihkan ke Hani ya kalau bertemu. Dia gak bisa tenang kalau belum minum teh lemon," ucap Bapak tersebut sambil menyerahkan sebuah tumbler minuman pada Bulan.

"Iya, Pak. Nanti saya berikan pada Hani," jawab Bulan.

"Ya sudah saya pergi dulu. Terima kasih, Nak," ucap Bapak tersebut tersenyum mengingatkan Bulan pada senyuman Ayahnya lalu Bapak tersebut masuk kembali ke mobilnya.

"Sama-sama, Pak," ujar Bulan membungkukkan badannya ketika mobil tersebut pergi.

Bulan melihat tumbler hitam tersebut yang bertuliskan "Dari Ayah untuk Hani tersayang". Kemudian, ia mengusap pelan tulisan tersebut sambil terisak pelan. Menurutnya, Hani sangat beruntung karena mempunyai Ayah yang sangat menyayanginya sedangkan Bulan dari kecil belum pernah merasakannya.

"Kenapa gue berharap kalau Ayah masih hidup, ya?," ujar Bulan sambil menghapus air matanya.

***

Toxic and Love Ft. Sunghoon [END]Where stories live. Discover now