BAB 22

419 61 0
                                    

22. Kehilangan Lagi

Happy Reading

Gadis cantik yang menangis tersebut terus berlari menuju ruang inap Ibunya dengan tanpa rencana Bulan pun menabrak para perawat yang sedang bekerja. Bulan diikuti oleh Mauren dan Jaka yang turut berduka dan khawatir dengan keadaan Bulan sekarang.

Bulan terus menyangkal kabar buruk yang berada di benaknya. Gadis itu berusaha meyakinkan diri bahwa sebelum kedua bola matanya melihat secara langsung, ia masih punya sercah harapan. Kabar buruk yang begitu mendadak tersebut membuat Bulan rapuh bagaikan raga tanpa jiwa. Hanya kekosongan yang Bulan dapat.

Kedua lutut penopang beban itu tiba-tiba melemas di tempat ketika Bulan menyaksikan Ibu tercintanya sudah tidak terpasang alat medis lagi. Bulan menangis histeris melihat monitor yang menunjukkan garis lurus dan pertanda bahwa Ibunya sudah tak bernyawa lagi.

Seketika tubuh Bulan merosot menyentuh lantai dingin tetapi Mauren dan Jaka menangkap Bulan dengan sigap dan memberikan kalimat penenang. Buliran air mata pun berjatuhan mengenai lantai yang dingin. Malam ini akan menjadi malam yang panjang bagi Bulan.

Bulan pun mendorong kecil tangan Jaka dan Mauren yang memegangnya. Lantas, tungkai lemas gadis berambut panjang itu pun terseok dengan lamban tertuju kepada sosok yang sebentar lagi akan tertutupi kain putih tipis. Dengan tangan gemetar Bulan mengusap permukaan wajah pucat sang Ibu. Bulan tidak menduga hal ini akan terjadi. Ia harus kehilangan lagi. Ibunya meninggal sebelum ia bertanya tentang kebenaran Ayahnya.

Cairan bening terus menetes dan gadis itu mengharapkan adanya keajaiban namun Tuhan sepertinya punya rencana lain untuknya. Mauren dan Jaka yang menyaksikan Bulan seperti itu pun menangis pelan. Jaka merasa bersalah karena belum bisa melindungi Bulan dan membuat ia bahagia.

Bagaikan mimpi buruk, Bulan belum siap harus kehilangan Ibunya. Sosok yang penyabar dan penyemangat hidupnya selain Hesa. Jika bisa Bulan ingin memutar waktu agar Ibunya kembali hidup.

Dengan tangan gemetarnya Bulan terus memeluk Ibunya seolah enggan merelakan perpisahan yang terlalu mendadak ini. Memori kenangan bersama Ibunya pun terputar bagai kaset kenangan di setiap waktu.

"Bu, Ibu.....Jangan tinggalin Bulan. Ibu dah janjikan bakal sadar lagi....," ujar Bulan terus menyebutkan Ibunya.

"Sekarang Bulan harus gimana, Bu? Bulan takut... Bulan pengen nyusul Ibu aja...," bisik Bulan begitu pelan sambil menahan isak tangisnya.

"Lan. Lo sabar ya lo pasti bisa lewatin ini semua..," panggil Mauren mengusap punggung Bulan yang bergetar.

"Iya, Lan. Lo kuat, lo hebat. Jadi ikhlasin ya, biar Ibu lo tenang di sana," ucap Jaka sendu yang hatinya teriris melihat pemandangan tersebut.

Sekeras apapun penolakan Bulan, takdir manusia tidak bisa diubah. Mengikhlaskan dan melepas memang sulit namun seiring berjalannya waktu Bulan pun harus melanjutkan hidupnya meski tanpa kehadiran sosok Ibu tersayangnya. Bulan tergerak mendekati pelipis sang Ibu untuk memberikan kecupan terakhir.

"Ibu, Bulan berdoa semoga Ibu bisa tenang ya di atas sana. Maafin Bulan karena belum bisa berbakti tapi Bulan janji akan menjaga Bang Hesa. Jadi, Ibu gak perlu khawatir lagi dan tidur nyenyak ya..," ucap Bulan tersenyum tulus melihat Ibunya pergi ke tempat yang indah.

***

Sementara itu kondisi apartemen Shaka berantakan setelah Bulan pergi dan kabur tadi. Shaka melemparkan macam-macam barang yang menjadi dekorasi ruangan apartemennya.

Kondisi apartemen Shaka pun melebur bagaikan kapal pecah.

Kemudian, Shaka menumpahkan amarahnya pada cermin besar di kamar. Lelaki itu memukul dengan keras cermin tersebut hingga pecah berkeping-keping dan membuat tangannya terluka. Darah yang mengalir dari tangan kanannya tak ia hiraukan. Rasa sakit bekas memukul pun tak ia hiraukan karena hatinya lebih sakit dengan penolakan Bulan.

Toxic and Love Ft. Sunghoon [END]Where stories live. Discover now