3

220 49 0
                                    

Happy reading 🫶🏼

Pulang sekolah. Murid-murid dengan cepat keluar kelas. Tidak sabar untuk pulang dan berbaring di kasur tercinta. Suara riuh cepat sekali terdengar, padahal baru beberapa detik lalu bel berbunyi.

Aku membereskan buku di meja dengan perlahan. Kepalaku masih sakit. Entah kenapa sakitnya tidak hilang-hilang daritadi. Mau menangis saja rasanya. Tapi malu dong nangis di sini. Nanti saja di rumah.

Sayangnya aku tidak bisa segera pulang ke rumah. Sesuai ajakan Julian, pulang sekolah ini aku akan membantunya memilih kado untuk ulang tahun adik sepupunya yang ke-8 tahun.

Begitu aku selesai membereskan buku, Julian dengan segera mendekat dan hendak menarik lenganku. Tapi Theo lebih dulu menarikku ke belakang badannya. Cowok itu menatap tajam Julian. "Lu arahin jalan. Biar Tara gue yang bawa."

"Cemburuan lo, ah. Yakali gue ngembat cewek orang."

Sampai di parkiran sudah agak sepi. Lapangan parkir yang tadi pagi penuh sesak sekarang sudah lebih lapang. Walaupun masih ada beberapa motor yang terparkir, tapi sekarang lebih luas daripada tadi.

Kami menuju motor masing-masing. Julian ke kiri menuju motornya, sedangkan Theo dan aku ke kanan menuju motor Theo. Aku tidak bawa motor, Papa melarang. Mama juga tidak selalu bisa mengantar dan menjemputku. Karena itu Theo dengan sukarela mengantar juga menjemputku. Dia itu sopir pribadi yang bekerja tanpa digaji.

"Jaket kamu mana?" tanya Theo.

Aku menggeleng. "Gak bawa jaket."

"Kok gak bawa? Dingin loh udara sore ini. Mana kamu gak tahan dingin. Nanti sakit gimana? Aku kan selalu bilang kalau mau keluar bawa jaket," omel Theo. Wajahnya jelas khawatir. Yah, mau bagaimana lagi. Aku lupa.

Melihatku yang tertunduk, Theo menghembuskan napas. Melepaskan jaket yang ia kenakan dan langsung memakaikannya padaku. Aku tidak protes. Membiarkannya memasangkan jaket tersebut di badanku.

Tidak sampai disitu. Dia juga memasangkan helm ke kepalaku. Buatku mendongak menatap wajahnya.

Ini kenapa aku jadi seperti anak kecil yang sedang diurus orang tuanya? Mana Theo itu tinggi. Aku hanya sedagunya. Badanku juga kecil. Kalau saja tidak memakai seragam sekolah, aku percaya orang mengira kami ayah dan anak.

Selesai memasang helm, Theo memegang kedua bahuku. "Maaf tadi aku ngomel. Kesel aja kenapa kamu gak bawa jaket padahal gampang kedinginan," ucapnya lembut, diakhiri senyuman menyesal.

"Gapapa. Salah aku juga karena lupa," balasku pelan.

"Kamu akhir-akhir ini makin sering lupa. Udah konsultasi belum sama dokter?" tanya Theo. Sekarang tangannya sudah lepas dari bahuku. Kami bersiap naik ke motor karena Julian sudah menunggu di depan pos satpam.

"Rencananya hari Jum'at," balasku. Sedetik kemudian motor melaju mendekati Julian.

Julian yang melihat kami mendekat berdecak sebal. Ia mulai bersiap menghidupkan motor gedenya. Sebelum mulai berjalan, ia memandang kami sinis. "Pacaran tros!" sindirnya kemudian langsung tancap gas meninggalkan kami di belakang.

Aku tau. Julian ingin menghindar dari semburan Theo. Dapat aku lihat dari spion wajah sebal Theo. Cowok itu siap membalas ucapan Julian, sayangnya orang yang dimaksud sudah lebih dulu kabur.

"Sewot bat si Ijul."

—IMPERFECT—

Tempat yang dituju adalah toko boneka. Banyak beragam boneka di sini. Dari yang berukuran besar sampai kecil. Boneka beruang, panda, bebek, karakter Disney dan kartun-kartun yang sering aku tonton waktu masih kecil.

(end) imperfect - Taerae Where stories live. Discover now