Prolog

1.2K 102 2
                                    

"Mau ke mana?" tanya Theo.

Dengan pelan aku menjawab, "taman." Tanpa aku mengajak, Theo langsung berjalan bersisian denganku.

Kami berdua berjalan perlahan menuju taman rumah sakit. Sudah jam 10 malam, tapi rumah sakit masih ramai dengan pasien yang hilir mudik datang. Beberapa perawat yang lewat menyapa kami. Beberapa juga bertanya mau ke mana. Beberapa juga menawarkan diri mengantar kami ke taman.

Selama perjalanan ke taman, tak ada satupun dari kami berdua yang berbicara. Hanya diam, fokus pada jalan di depan. Agak aneh memang, karena biasanya Theo akan banyak bercerita ini itu saat kami berdua. Theo bahkan tidak bertanya kenapa aku mau ke taman.

Aku sengaja datang ke taman saat malam. Tidak ada pengunjung. Dan juga taman adalah tempat terbaik melihat bulan dan bintang karena tidak ada atap. Aku dengan bebas bisa melihat gemerlap bintang di kanvas super besar tersebut.

Setelah duduk di salah satu, aku langsung mendongak. Menatap langit dengan mata yang berbinar. Tapi makin lama pandanganku makin gelap. Rasanya oksigen semakin menipis, padahal aku ada di luar rumah sakit.

Tiba-tiba Theo menaruh kepalanya di bahuku. Satu tangannya menggenggam tanganku dan mengelusnya pelan. "Tangan kamu dingin." Itulah kata-kata pertamanya setelah sekian lama tadi diam.

"Kamu mau ke bulan sekarang? Biar bisa lihat bintang. Aku ikut ya? Gak mungkin aku biarin kamu pergi sendiri..." ucap Theo pelan. Napasnya mulai tidak beraturan. Sepertiku.

Aku balas mengusap bahu Theo. Mengangguk lemah. "Iya, ayo pergi sekarang."






tbc

(end) imperfect - Taerae Where stories live. Discover now