21

103 28 2
                                    

Happy Reading

"Kenang-kenangan. Semoga lo ingat semuanya," ucap Miya sambil tersenyum tipis.

Aku balas tersenyum kemudian memandang ke depan.  Sebentar lagi mulai. Tinggal menunggu loading dan tekan tombol play.

Sempat aku melirik pada Theo. Ia menunduk dan terus meminta maaf pada Julian yang ada di sampingnya. Julian hanya memandang datar. Sesekali bahu Julian dielus Wilona supaya tetap tenang tidak mengamuk. Pasti berat bagi Julian.

"Lo lupa kita semua di sini?" tanya Miya. Aku menggeleng. "Gak semuanya. Ada yang masih gue ingat."

"Siapa?"

"Gavin, Gilang, sama Wilona," jawabku pelan.

"Kenapa sama gue lupa?" sambar Miya cepat. Aku bergeming. Tidak tahu. Miya menghela napas.

"Eh, gue baru sadar. Lo berdua pakai bannie. Ngapain pakai bannie panas gini?" lontar Gavin.

Aku menatap Gavin sedih. Tidak kuat untuk menjawab. Bukan karena takut ditertawakan, aku masih belum rela dengan rambutku. Tidak ada jawaban dariku membuat Gavin menoleh pada Theo. Cowok itu menatap Gavin balik. Kemudian matanya melirik padaku. Aku balas melirik bingung.

"Rambut kita udah tipis karena kemo. Jadinya ditutupi pakai bannie biar nyaman diliat," ucap Theo. Gavin mengangguk paham. Astaga. Aku tadi agak was-was. Takut kalau Theo bilang secara gamblang kalau kami botak.

"Ready ya? Kita nonton sekarang!"

Semua cepat mengambil posisi duduk di tikar yang sudah dihamparkan. Duduk bersila sambil bersiap menunggu proyektor menampilkan sebuah video. Aku tak menyangka, kira-kira ada 20-an orang di sini dan semuanya bisa masuk dan duduk. Yah, walaupun agak sesak jadinya.

Proyektor mengeluarkan cahaya. Yang ada di dekat saklar lampu segera mematikan lampu. Yang ada di dekat jendela segera menutup gorden. Ruangan gelap, hanya cahaya dari proyektor saja membuat terang. Rasanya jadi seperti nonton bioskop.

Video dimulai. Menampilkan hitung mundur dari angka 10. Kami semua semangat berteriak mengikuti angka yang perlahan mundur.

Adegan pertama adalah saat seorang guru memperkenalkan diri. Dilanjutkan dengan perkenalan diri masing-masing siswa. Awalnya aku merasa biasa saja, perkenalan diri biasa. Sampailah pada adegan aku memperkenalkan diri, lalu setelahnya Theo.

Aku ingat. Itu saat hari pertama masuk SMA. Saat itu tersisa dua meja yang berjauhan. Satu meja ada di barisan kedua, satu meja lagi ada di barisan belakang. Theo ingin duduk bersamaku, tapi tidak ada meja berpasangan yang kosong. Karena itu ia meminta orang yang di barisan kedua untuk pindah ke belakang.

Orang itu iya saja, tidak protes. Semuanya tenang-tenang saja, sampai akhirnya aku dan Theo duduk berdua. Orang yang ada di depan kami langsung berbalik dan bertanya, "cieee. Pacaran ya lo berdua?" godanya pada kami. Aku diam menunduk.

"Iya, kenapa memang?" Cepat aku menoleh pada Theo. Satu kelas yang tidak sengaja mendengar langsung heboh. Yang barusan berucap tidak merasa bersalah sama sekali. Aku mencubit lengannya kesal.

Karena kejadian itulah, setelah perkenalan ada yang menyahut, "Romeo dan Juliat kelas kita nih, Bu!"

Sumpah. Aku benar-benar malu saat itu sampai-sampai aku menunduk hingga jam istirahat. Waktu itu memang memalukan, tapi diingat sekarang lucu juga. Aku jadi tertawa.

(end) imperfect - Taerae Where stories live. Discover now