5

189 48 5
                                    

Happy reading

Usai makan siang, tiba-tiba Julian menelpon Theo. Dia bertanya Theo ada di mana, kenapa rumah Theo terlihat sepi. Theo dengan malas menjawab pertanyaan heboh Julian. Benar-benar heboh. Padahal Theo tidak menghidupkan loudspeaker, tapi suara Julian bisa kedengaran jelas olehku.

"Mau ngapain? Kalau ngerusuh mending lo gak usah ke sini."

"Kerkom bego. Baru dikasi hari ini, deadline-nya lusa. Lo kan gak masuk tadi, makanya gak tau. Kita sekelompok, sama Tara, sama Miya juga. Nanti pulang sekul gue sama Miya ke sana. Tapi Lo benar ada di rumah Tara kan?"

Theo menghela napas kasar. Sudah tiga kali Julian bertanya hal yang sama. Benar ada di rumah Tara kan? Jadi tidak heran kalau Theo kesal.

"Trust issue banget lo. Iya, gue di rumah Tara. Lo kalau mau pap nanti gue kirim biar lo percaya. Itu aja kan? Udah ye, bye!" Dan telepon langsung Theo matikan begitu saja.

Sekitar hampir jam 4 sore, bertepatan dengan bel pulang sekolah, Julian datang bersama Miya. Mereka masih mengenakan seragam sekolah, juga membawa cukup banyak barang seperti karton juga koran.

Jujur aku tidak tau ini kerkom untuk mata pelajaran apa. Theo tidak bertanya tadi, Julian juga tidak memberitahu pelajaran apa.

"Serasa masuk ke rumah pasutri aja gue disambut begini," canda Julian di depan itu. Dan Julian berhasil mendapat sentilan dibibirnya. Pelakunya tentu Theo. Aku dan Miya hanya tertawa saja.

Aku mempersilahkan mereka masuk. Keduanya langsung duduk di ruang tamu. Kelelahan. Sore ini memang cukup panas. Di jalan juga pasti ramai. Karena waktu pulang sekolah sama dengan waktu pulang pekerja kantoran.

Di meja sudah tersedia 4 kaleng minuman dingin. Aku yang menyiapkannya tadi sebelum mereka datang. Dan sekarang sudah tersisa satu kaleng. Julian meminum dua, Miya meminum satu. Theo memukul pelan belakang kepala Julian. "Di rumah orang ini, sopan dikit napa."

Julian mengusap kepalanya. Memandang sinis pada Theo. "Yang punya rumah aja gak masalah. Kok lo yang sewot?" Dan yah, setelah itu terjadilah adu mulut oleh keduanya.

Aku mengabaikan mereka. Mendekat pada Miya bertanya ini itu tentang kerkom. Ternyata membuat Mading untuk mata pelajaran PPKn. Tugasnya membuat biodata dan riwayat hidup tokoh-tokoh pahlawan. Setiap kelompok berbeda pahlawan, dan untuk kelompok kami mendapatkan Ki Hajar Dewantara.

Untuk deadline-nya sebenarnya bukan lusa. Tapi dua Minggu dari sekarang. Kata Miya, dia sengaja menyuruh Julian bilang kalau batasnya lusa karena ia mau menyelesaikan tugas ini dengan cepat. Miya memang terkenal paling disiplin di kelas. Juga yang paling pertama mengumpulkan tugas. Dia itu rangking satu paralel satu angkatan.

Miya itu hebat. Selain pintar, dia juga orang yang bertanggung jawab. Selama kami satu kelas dari kelas 10, Miya selalu menempati posisi ketua kelas. Dia juga ketua ekskul voli saat kelas 10. Miya juga sangat cantik, rambutnya panjang lurus dan hitam mengkilap. Matanya besar, kulitnya putih dan senyumnya manis (walau tidak semanis Theo).

Hanya Miya satu-satunya teman perempuan yang aku punya. Aku tidak tau dia benaran tulus berteman denganku atau hanya kasihan karena aku tidak punya teman selain Theo. Aku harap dia tulus.

"Ayo kerja! Nanti makin sore. Gue gak boleh pulang malam soalnya," ucap Miya sekalian melerai Theo dan Julian yang masih berdebat.

—IMPERFECT—

Dua jam, tepat pukul 6 sore, akhirnya mading itu selesai juga. Sebenarnya kalau tadi Theo dan Julian tidak banyak saling ganggu, setengah jam saja sudah selesai. Setiap saling ganggu, Miya pasti akan melempari mereka dengan gumpalan kertas supaya mereka berhenti. 70% berhasil, 30% sisanya Miya dilempari balik oleh Julian.

(end) imperfect - Taerae Where stories live. Discover now