Bagian 16. Tepergok

657 48 0
                                    

Pada siang menjelang sore hari, hujan kembali turun. Padahal tadi siang matahari sangat terik. Sama sekali tidak terlihat tanda bahwa hujan akan turun. Perlahan-lahan cahaya itu meredup dan langit berubah menjadi abu-abu. Rintik-rintik air hujan mulai menyirami tanah yang gersang.

Sava memarkirkan mobilnya di basement dan merapatkan mantelnya rapat-rapat. Suhu udara turun sangat drastis dan mengharuskannya mengenakan mantel. Dia keluar dari lift dan alisnya terangkat heran melihat Araz berdiri didepan pintu apartemennya yang tertutup.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Kenapa kamu berdiri di depan pintu? Kamu menunggu Ibu pulang?" tanya Sava heran.

"Aku baru saja mau menelepon Bu Sava," jawab Araz tanpa menjawab pertanyaan Sava.

"Oh ya? Ada apa?"

Namun Araz lagi-lagi tidak menjawab pertanyaannya. Araz menatap wajah Sava dengan kening berkerut samar, lalu berkata, "Bu Sava sepertinya kelelahan setelah pulang dari tempat kajian. Maaf aku gak bisa menemani Ibu ke tempat kajian hari ini. Aku masih lelah setelah pertandingan kemarin."

Sava mengangguk pelan. "Iya, Ibu mengerti," sahutnya. "Jadi kenapa kamu mau menelepon Ibu? Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Sava.

"Aku cuma mau bilang kalau Ibu pulangnya bisa nanti saja," jawab Araz.

"Oh? Memangnya kenapa?" Sava melirik pintu apartemen yang tertutup dengan curiga. Apakah ada seseorang yang Araz sembunyikan di dalam sana? Matanya kembali mengamati Araz dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Penampilan Araz sangat berantakan, sepertinya baru bangun tidur. Apakah...?

Suara Araz menyela jalan pikiran Sava. Dia bisa menebak apa yang Sava pikirkan tentangnya. "Aku tahu apa yang Ibu pikirkan. Tapi demi Allah, aku gak melakukan apa pun yang ada dipikiran Bu Sava itu."

Sava tidak bisa menahan senyum mendengar nada tersinggung Araz. "Oke, baiklah. Ibu minta maaf. Jadi apa alasannya?"

Sebelum Araz sempat menjawab, pintu apartemen terbuka dan Sava melihat Niky berdiri di ambang pintu.

"Bro, sedang apa... Oh." Mata Niky melebar melihat Sava. Lalu, ia tersenyum ramah dan bertanya,
"Apa gue salah lihat? Apa ini benar Bu Sava?"

"Niky?" Sava terkesiap, lalu menatap Araz, seolah meminta penjelasan pada suaminya itu.

Araz mendesah pelan. "Inilah alasannya," gumamnya pelan. Lalu ia berkata dengan suara lebih keras, "Bu Sava sedang apa di sini?" tanya Araz pura-pura tidak tahu maksud kedatangan Sava ke apartemennya. Dia melirik sekilas ke arah Niky yang sepertinya juga sedang menantikan jawaban Sava.

Sava menggigit bibir seraya mencari alasan. "Ibu mau...."

"Ah, saya tahu sekarang. Bu Sava dan Araz ini kan sudah seperti keluarga. Bukan hal yang mengejutkan kalau Bu Sava mampir ke sini, benar kan?" tebak Niky.

"Eh?"

"Berhubung teman kami yang satu ini gak mau di ajak keluar," kata Niky seraya merangkul pundak Araz, lalu kembali melanjutkan, "Saya dan teman-teman yang lain berinisiatif mengadakan pesta kecil-kecilan di sini saja, Bu. Dan berhubung Bu Sava juga ada di sini, sebaiknya Bu Sava gabung bersama kami aja," ajak Niky antusias.

Sava menggeleng cepat. "Kalian nikmati saja pestanya. Lagian, Ibu tidak mau mengganggu pesta kalian."

Niky mengibaskan sebelah tangan. "Bu Sava gak mengganggu kok," selanya. "Lagian ini cuma pesta kecil-kecilan, cuma makan-makan saja, Bu. Pasti menyenangkan kalau Bu Sava ikut. Amar pasti senang hehe."

Ms. Sava My Schatzi [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang