365 Hari | 10

1.3K 146 13
                                    

"Gimana? Kamu suka?"

Kallana hanya bisa tersenyum sungkan mendapat pertanyaan bernada ramah dari wanita paruh baya di depannya. Tidak menyangka jika ia akan mendapatkan sambutan begitu ramah seperti sekarang ini.

"Jadi, kalian benar-benar akan menikah?" Sinta, selagi ibu Elemen dan Satria kembali bertanya. Seakan belum mempercayai jika putra sulungnya benar-benar akan menikah.

"Mama sadar sudah bertanya itu untuk ke sekian kali dalam waktu lima menit ini?" Dengus Elemen.

Mengerucutkan bibirnya. "Mama kan hanya ingin memastikan, El, mama benar-benar takut kalau kalian akan berubah pikiran nanti." Ucapnya sedikit merajuk. Tapi senyumnya kembali melebar begitu pandangannya bertemu dengan wanita cantik di depannya.

"Jadi, Kallana ini adalah pacarmu yang sering kamu ceritakan itu? Yang paling beruntung karna dicintai anak mama?"

Elemen dan Kallana saling pandang sejenak.

"Buk-"

"Kakak yakin mau menikahi dia?" Satria yang sedari tadi duduk di samping ibunya, diam dan melihat interaksi antara ibunya, kakak juga Kallana pun tidak tahan untuk tidak menyela.

Dia bahkan berusaha mempercayai apa yang ia dengar dan lihat, tapi semakin ke sini, obrolan kakak dan ibunya semakin terdengar konyol. Dan, bagaimana mungkin kakaknya akan menikahi Kallana? Wanita yang ia campakkan?

Berkali-kali Satria merasa suasana di sekitarnya berubah aneh. Lalu, terbesit satu pemikiran yang-ini tidak semacam-

"Hmm." Elemen bergumam, lalu diam tampak berpikir. "Kami berencana menikah dua bulan lagi."

Jika Sinta memekik bahagia, berbeda halnya dengan Satria yang mengangakan mulutnya. Mendengus tak percaya.

"Dua bulan?" Ulangnya, masih berusaha mempercayai. "Apa kakak tahu siapa dia, sampai kakak ingin menikahinya?"

"Satria!" Tegur Wira, selaku papa Elemen dan Satria yang duduk di kursi tengah antara Sinta, istrinya dan Kallana. Ia menatap putra bungsunya penuh peringatan.

"Pa, dia itu bukan dari keluarga baik-baik. Ibu dan ayahnya bahkan sudah bercerai dan mencampakkannya. Membiarkannya hidup berantakan dan hanya tinggal dengan Bibinya. Belum lagi dia hanya seorang guru honorer. Lalu apa yang bisa papa banggakan jika dia menjadi menantu papa? Bagaimana pandangan orang nanti tentang-" Satria mengaduh, tak lagi bisa meneruskan ucapannya begitu merasakan pukulan keras di punggungnya. Begitu menolah, ia menemukan ibunya lah pelakunya, melotot galak ke arahnya. Lengkap dengan tatapan penuh peringatannya.

"Begitu caramu berbicara dengan seorang wanita?"

"Maa,.."

"Diam! Atau Mama benar-benar akan menyeretmu keluar dari sini!" Ancam Sinta yang seketika membuat Satria menatap ibunya itu semakin tak percaya.

Lalu.

"Kallana, tolong maafkan putra mama ini, ya?" Dan Satria pun mendengus. Tampak semakin jengkel.

"Bukankah kamu bilang kalian tidak saling kenal? Kamu tahu dari mana kalau Kallana itu seorang guru, Sat?"

"Hah?" Satria tampak linglung. Karna kini semua orang menoleh ke arahnya. Termasuk Kallana sendiri, dia menatap Satria yang kini semakin terlihat salah tingkah.

"Emm-itu," Melirik papanya, yang kini juga tengah menatap ke arahnya. "Setelah aku lihat lebih teliti, ternyata aku baru sadar kalau kami dari alumni sekolah yang sama. Terus aku juga baru ingat kalau nama dia Kallana, namanya sama dengan nama teman sekolahku dulu. Jadi aku yakin kalau dia adalah Kallana teman sekolahku dulu. Ah-iya begitu."

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Where stories live. Discover now