365 Hari | 17

1.3K 158 7
                                    

"Apa kita benar-benar akan tinggal di sini?" Kallana menatap sekeliling, memperhatikan sekeliling ruangan yang masih benar-benar asing untuknya.

"Hmm," Elemen bergumam lirih, masih menatap punggung wanita yang baru hari ini menjadi istrinya.

Elemen bisa melihat dengan jelas kegugupan di kedua mata itu, apalagi saat ragu-ragu tangan itu meraih tanganya, mencium punggung tanganya lembut.

Ada desiran lembut, sesuatu yang menggelitik hatinya saat punggung tangannya bisa menyentuh sesuatu yang lembut itu.

Dan segalanya semakin menjadi-jadi saat Elemen mendekatkan wajahnya, mengecup kening itu. Mengecupnya lama, bersamaan dengan sesuatu yang terasa hangat menjalar dalam hatinya, memenuhi relung hatinya.

"Mas bener-bener tidak keberatan aku tinggal di sini?" Saat tubuh ramping itu tiba-tiba menoleh, mendadak Elemen merasa atmosfer di sekitarnya berubah aneh. Jadi, ia berdehem pelan saat tenggrorokannya terasa kering.

"Di sini ada dua kamar." Elemen menunjuk sebuah pintu dengan dagunya. "Kamu bisa menempati kamar itu. Dan menyimpan semua barangmu di sana."

Kallana mengangguk setuju, masih berdiri di tempatnya. Sama sekali belum beranjak dari tempatnya.

Entah mengapa, sejak pernikahan mereka, Kallana merasa canggung, ada yang terasa aneh di antara mereka hingga dia merasa tidak begitu nyaman berhadapan dengan pria di depannya itu. Apalagi saat Elemen tak berusaha mencairkan suasana diantara mereka. Sangat berbeda jauh dengan ciuman malam itu. Ia akan langsung mencairkan suasana diantara mereka. Membuatnya merasa nyaman dan lebih baik.

"Aku punya beberapa urusan sebentar, kamu tidak masalah kalau aku tinggal, kan?"

Itu jauh ebih baik.

Ingin sekali Kallana mengatakan itu. Tapi dia tidak memiliki keberanian yang cukup. Jadi dia hanya menjawab.

"Tidak masalah." Dan senyum kaku terbit dengan sedikit dipaksakan.

"Ok, kamu bisa melakukan apa pun yang kamu mau di sini. Anggap ini seperti rumahmu sendiri."

Senyum canggung Kallana semakin terlihat dipaksakan. Dan ia langsung menghembuskan nafas lega begitu Elemen melangkah menjauh, tak lama terdengar suara pintu tertutup dan terkunci.

Kembali menatap ke arah depan, Kallana menatap sekitar lebih teliti. Memperhatikan bagaimana interior ruangan yang terlihat begitu maskulin. Terlihat jelas jika saat ini tempat itu adalah hunian seorang pria lajang. Namun Kallana tidak berbohong jika semua tampak nyaman dan bersih. Tampak tertata rapi. Mungkin Elemen benar-benar tipikal pria yang rapi dan sangat bersih. Terbukti dari nyaris semua barang di sana tampak mengkilap dan juga terawat.

Kembali menatap ke arah pintu yang tadi sempat di tunjuk Elemen, Kallana ragu-ragu melangkah ke arah pintu yang tertutup rapat itu. Membukanya pelan dan menatap ruangan itu lama, menilai, lalu ada senyum lebar setelahnya.

****
Elemen mengendarkan pandanganya ke penjuru arah, menyapukan pandangannya hingga jatuh pada sebuah meja yang terdapat seorang pria yang tak asing untuknya.

Membawa langkah kakinya mendekat, Elemen berhasil menarik perhatian pria yang duduk membelakanginya itu.

Ada senyum ramah seperti biasa, juga sapaan yang Elemen balas dengan anggukan kepala.

"Selamat buat pernikahan lo."

Elemen hanya bergumam menjawab, mengambil tempat duduk di depan pria yang kini masih menatapnya ramah.

"Sorry, gue nggak bisa datang ke acara lo semalam, semua terlalu mendadak, dan yah, lo tahukan kalau jadwal gue nggak bisa dibatalin gitu aja?"

Elemen mengangguk sekenanya. "Nggak masalah. Itu bukan masalah besar."

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang