365 Hari | 15

1.6K 170 9
                                    

Ketika sudah mencintai, Elemen akan berubah layaknya pria tolol dan bodoh. Seakan otak pintarnya tak bisa mengambil alih. Tak lagi berfungsi dengan benar sebagaimana biasanya, hingga di pikirannya hanya ada, bagaimana ia bisa memiliki wanita itu. Bagaimana ia bisa selalu memeluk dan merekuh orang yang ia cintai hingga nanti. Hingga maut datang menjemput dan kematian memisahkan.

Bertahun-tahun mencintai seorang wanita yang hingga membuatnya nyaris gila, Elemen tahu jika ia akan semakin merasa terluka, sakit hati jika kelak ia kalah dan menyerah. Seperti malam ini.

Diantara banyaknya perasaan yang harusnya hadir, kenapa ia malah merasakan hal itu?

Marah dan kecewa? Sakit dan terluka?

Tidak seharusnya Elemen merasakan hal itu, kan? 

Bertahun-tahun menjadi seseorang yang memuja wanita itu, dan dianggap sebagai pria tolol hingga melihat hal yang tak seharusnya ia lihat, mengetahui hal yang seharusnyna tidak ia ketahui-hingga membuat ia semakin terlihat menyedihkkan. Nyatanya tak mampu membuat Elemen untuk membenci dan melupakan. Dengan bodoh ia malah bersikap pura-pura bodoh, tidak tahu dan buta. Hingga menawarkan sesuatu yang tak seharusnya ia tawarkan.

Pernikahan?

Mungkin Elemen sudah benar-benar gila karna ia masih menawarkan hal itu pada wanita yang sudah jelas-jelas tak ingin berada di sampingnya. Jelas-jelas mengkhianatinya. Tapi, Elemen hanya ingin memberikan kesempatan kedua, sebelum ia benar-benar menjadi sosok yang asing untuk wanita itu.

Setidaknya, ia hanya ingin mendengar sesuatu yang ia tahu diam-diam. Dari bibir wanita itu secara langsung. Alasan wanita itu menolak ajakan Elemen berkali-kali.

Ada pria lain. Atau, aku mencintai orang lain. Itu bahkan jauh lebih baik dari pada sesuatu yang tidak seharusnya ia jadikan sebuah alasan. Yang seakan-akan menganggap Elemen sebagai seseorang yang mudah dibodohi, yang tidak akan tahu tentang apa pun.

Ada nafas kasar yang keluar dari bibir Elemen. Nafas kasar yang berusaha ia redakan diantara rasa marah dan muaknya. Yang baru saja membuatnya tersadar jika malam ini, ada kebodohan lain yang Elemen lakukan. Entah bagaimana bisa, ia berada di depan rumah seseorang yang tak seharusnya ia kunjungi. Diantara jam nyaris menunjukkan waktu tengah malam.

Tapi, tadi pikirannya sedang kalut-kalutnnya. Ia tidak sadar jika tanganya mengemudi hingga ke sini.

Menatap lama rumah sederhana itu. Ada nafas kasar yang kembali keluar dari bibirnya saat otaknya semakin terasa buntu.

Lama ia tatap rumah itu, Elemen baru akan memutar kunci sebelum pandanganya tak sengaja bertemu tatap dengan seorang wanita yang berpakaian piyama berdiri di sana.

Menatap ke arahnya dengan wajah bingung bercampur herannya. Ada dua kantong plastik yang berada di tangan wanita itu.

Disaat kedua mata itu masih menatapnnya, langkah itu terayun mendekat, berdiri di samping mobilnya dengan tubuh sedikit membungkuk. Dan Elemen tidak tahu harus mengatakan apa setelahnya ketika sebuah ketukan pintu di mobilnya terdengar.

****

"Pihak sekolah menghubungiku tadi." Kallana melirik ke arah samping. Di mana pria yang tiba-tiba berada di rumahnya di waktu nyaris tengah malam kini berada.

"Mereka membahas sesuatu?"

Ada anggukan samar yang Kallana berikan sebelum menjawab. "Mereka minta aku untuk kembali mengajar besok."

Elemen manggut-manggut mengerti, dan bergumam lirih. "Syukurlah."

"Aku kira semua ini pasti karna foto yang Mama ambil tadi, kan?" Kallana menatap wajah itu, wajah yang entah mengapa terlihat tidak baik-baik saja sejak ia menatap wajah itu dari dekat. "Apa kamu tahu kalau semua media meliput tentang kabar pernikahan kita?"

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Where stories live. Discover now