365 Hari | 30

825 95 0
                                    

Kallana menatap pantulan dirinya di depan cermin sekali lagi sebelum beranjak keluar kamar untuk menyusul Elemen yang katanya, akan menunggu di bawah.

Berkali-kali, diantara langkahnya. Dia sempat membenarkan letak syal di lehernya, guna menutup bercak merah di sana. Yang setiap kali ia menatapnya, ada rasa malu yang tak dapat digambarkan.

Sekali lagi, sebelum ia keluar dari kamar. Ia menghela nafas dan membenarkan letak syalnya. Baru setelahnya, ia keluar. Menutup pintu di belakangnya dan berusaha menghilangkan segala cemas dan canggungnya.

Tapi, langkah Kallana tiba-tiba terhenti begitu sebuah pintu-yang hendak ia lewati tiba-tiba terbuka. Muncul seseorang yang Kallana kenal dan menarik lengannya tanpa permisi. Membawanya masuk ke dalam kamar itu dengan begitu cepatnya.

Kallana tidak sempat menepis tangan itu saat tiba-tiba tubuhnya ditarik dan kini membentur dinding.

Dia meringis pelan, merasa ngilu saat tubuh belakangnya membentur dinding terlalu kuat. Belum sempat mereda rasa ngilu bercampur nyeri di punggungnya. Kallana kembali dikejutkan dengan sesuatu yang tiba-tiba membungkam bibirnya. Menciumnya tanpa permisi hingga membuat Kallana tersadar dan secepat kilat mendorong pundak seseorang yang kini mengurungnya.

Kedua matanya bahkan kini melebar sempurna begitu melihat siapa orang itu. Yang berdiri di depannya dengan wajah mengeras juga memerah. Kedua matanya jelas berkilat-kilat penuh emosi. Membuat Kallana merasa ikut marah dan menatap wajah itu tak kalah emosi.

"Kenapa? Kamu tidak ingin aku menciummu, Lana?!" Saat tubuh itu kembali beringsut mendekat. Kembali hendak merekuhnya, Kallana kembali mendorong pundak itu. Berusaha melepaskan diri dan menjauh.

Namun tenaganya yang tak seberapa, membuat dia kesulitan melepaskan diri dan menjauh. Hingga berakhir tubuhnya kembali di kurung. Nyaris kembali di cium kalau saja tangannya tidak memukul wajah itu keras. Sangat keras hingga telapak tangannya layaknya terbakar. Yang seketika membuat tubuh mereka sama bekunya. Sama mematungnya dengan kedua mata saling tatap.

Tak memberikan kesempatan pada tubuh juga pikirannya mencerna semuanya. Kallana segera mendorong tubuh itu menjauh. Entah karna tubuh itu yang terlalu terkejut dengan apa yang baru saja Kallana lakukan, atau pria itu tersadar dengan apa yang baru saja Kallana lakukan hingga menyadarkannya. Kallana sama sekali tidak peduli. Karna yang pasti, kini dia harus segera pergi sebelum pria di depannya itu kian nekat dan gila.

"Lana..."

Gerakan tangan Kallana yang hendak membuka pintu terhenti.

"Aku masih mencintaimu."

Tubuhnya pun seketika membeku dengan jantung yang seakan berhenti berdetak.

"Aku masih mencintaimu, Lana." Lirih Satria. Yang jelas terdengar begitu putus asa di pendengaran Kallana. Menggenggam erat gagang pintu. Sejenak Kallana memejamkan matanya guna menenangkan diri dari pikirannya yang mendadak kacau balau.

Dia terlalu terkejut, juga terlalu marah hingga tubuhnya terasa bergetar hebat. Ada sesuatu yang terasa ingin meledak-ledak, yang membuat rasa marah dan bencinya bercampur menjadi satu. Yang seakan menertawakan Kallana atas apa yang baru ia dengar juga terima.

Bagaimana mungkin, pria yang dulu ia kenal baik. Kini berubah menjadi sangat mengerikan dan menjijikan?

Mungkin pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. Pertanyaan yang seharusnya tak lagi mengusiknya mengingat hal apa saja yang pria itu lakukan padanya selama ini.

"Aku akan melupakan kejadian hari ini." Meski mungkin akan sulit sekali mengingat mereka akan sering bertemu. Dan Kallana tidak yakin jika dia bisa merasa baik-baik saja saat bertemu dengan pria itu nanti. "Juga apa yang aku dengar hari ini." Dia segera membuka pintu di depannya. Keluar dari sana cepat dan tidak sadar jika mungkin dia menutup pintu di belakangnya terlalu kuat.

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora