365 Hari | 31

645 88 9
                                    

Kallana kira, dengan dirinya mengurung diri di dalam kamar akan membuat pikiran, juga segala resah dan gelisahnya sirna. Namun dia salah. Sudah berjam-jam ia mengurung diri di kamar, pikirannya masih tersa penuh, juga kegelisahannya pun kian menjadi-jadi. Hingga pada akhirnya ia pun memilih keluar dari kamar.

Mungkin melihat keadaan luar kamar atau mengobrol dengan Bi Okta bisa membuat sedikit perasaaannya merasa lebih baik. Jadi, dia memilih keluar kamar. Membuka pintu dan suasana hening juga sepi seketika ia rasakan di dalam apartemen Elemen itu. Tidak ada suara apa pun, juga tanda-tanda keberadaan Bi Okta, pun Elemen yang tadi sempat ke luar kamar.

Apa mereka semua pergi? pikir Kallana. Membawa langkahnya ke dapur. Tapi baru saja ia masuk ke area dapur, punggung seseorang yang tengah membelakanginya seketika menghentikan langkahnya. Dia terdiam dengan pandangan lurus.

Dia mengerjab sesaat, sebelum kembali meneruskan langkahnya-yang seketika membuat seseorang yang berdiri memunggunginya itu berbalik. Pria itu tersenyum, tipis. Lalu meletakkan ponsel-yang ternyata pria itu mainkan sejak tadi.

"Kamu sudah bangun?" Kallana mengangguk, padahal dia sama sekali tidak tidur sejak tadi. Pikirannya melayang-layang tak tentu arah.

"Maaf, apa aku membuatmu kurang tidur semalam?"

Kallana mengerjab begitu Elemen tiba-tiba berdiri di depannya, mengulurkan tangan dan menyingkirkan anak rambut yang jatuh di sisi wajahnya. Menyingkirkannya ke belakang telinga. Semua sikap pria itu malah membuat Kallana merasa kikkuk. Jadi dia mundur satu langkah. Membiarkan ada jarak diantara mereka berdua sebelum dia mendongak dan mengulas senyum tipis.

"Kamu..." Seharusnya, Kallana tidak perlu segugup itu saat kedua mata itu menatapnya dalam. Tersenyum tipis saat kedua mata mereka bertemu "Apa yang mas lakukan?"

"Masak." Elemen berbalik. Kembali melangkah ke dapur-yang saat itu baru Kallana tahu jika ada sebuah celemek yang membungkus tubuh pria itu.

"Cuman aku lagi cari menu makanan yang enak." Pria itu kembali sibuk dengan ponselnya. Sesekali alis tebal itu di tekuk, menyatu dan wajah itu terlihat begitu serius. Kallana tersenyum melihat itu. Melangkah mendekat dan berdiri di samping Elemen dan mengintip apa yang pria itu lakukan dengan ponsel pintarnya.

"Mas bisa masak?"

"Kamu lagi pengen makan sesuatu?" Balik tanya Elemen, sejenak melirik wanita di sampingnya dan memperhatikan bagaimana raut wajah itu. Sebelum ia kembali menunduk dan sibuk dengan ponselnya.

"Gimana kalau aku aja yang masak?"

"Hmm?"

"Mas nggak kerja hari ini?" Tangan Kallana terulur, hendak membuka celemek yang membungkus tubuh Elemen. Tapi gerakan tangannya terhenti begitu sebuah tangan tiba-tiba terulur, melingkar di pinggangnya dengan erat. Tidak cukup sampai di situ, dagu yang tiba-tiba bertumpu di pundaknya seketika membuat tubuhnya menegang. Wajahnya bahkan langsung berubah kaku.

"Aku sengaja ambil cuti hari ini."

"C-cuti? Kenapa ambil cuti?"

Kallana hanya bisa menahan nafas, pelukan Elemen yang tiba-tiba. Juga bagaimana aroma tubuh pria itu yang bisa ia cium dengan jelas dengan indra penciumannya. Seketika membuat sekujur tubuhnya kaku.

Ada apa sebenarnya dengan pria ini?

Baru saja hendak melepaskan lilitan Elemen, Kallana dibuat lagi-lagi terkejut saat Elemen dengan santai mengecup pipinya. Ringan. Namun cukup mampu membuat jantung Kallana berdebar tak karuan.

Elemen tak langsung menjawab. Dia hanya mendaratkan bibirnya di pundak Kallana. Lama. Meresapi aroma harum juga lembut khas Kallana. Yang entah mengapa kini ia suka.

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Where stories live. Discover now