365 Hari | 27

792 100 4
                                    

"Gimana?"

Kallana menoleh ke samping. Menemukan Elemen yang tengah menatapnya.

"Di sini..." Ada jeda sesaat. "tempatnya bagus." Meski sedari tadi Kallana berubah resah. Karna tahu jika bukan hanya mereka berdua di sana. Tapi ada orang lain, yang bisa saja membuat Kallana merasa was-was.

Tapi, apa yang harus Kallana takutkan disaat mereka tak memiliki hubungan apa pun. Malah seharusnya Kallana senang ketika pria itu tampak marah ketika Kallana bersama pria di sampingnya.

"Jadi kamu suka?"

Kallana hanya mengangguk sebagai balasan. Meski resah itu jelas kian terlihat jelas di kedua matanya. Yang mendadak teringat dengan sikap Satria pagi tadi. Yang entah mengapa malah membuatnya khawatir. Hal yang tak seharusnya ia takutkan mengingat pria itu telah mencampakkannya.

"Kalau aku ajak menginap di sini, itu artinya kamu mau, kan?"

Kallana sempat melirik ke arah bangunan di sana. Di mana ada pria lain yang mungkin-

"Nggak usah takut. Satria pasti nanti pulang. Dan kita nggak perlu satu kamar kalau itu yang kamu takutkan." Suara itu terdengar bergurau. Dan Kallana tahu jika pria di sampingnya hanya mencoba menghiburnya.

Tapi, resah yang ia khawatirkan bukan karna itu. Iya jika Satria memilih pulang? Jika tidak? Apa yang harus ia lakukan disaat dia telah mengatakan sesuatu yang tak seharusnya ia katakan pada pria itu?

"I-tuu.."

Elemen berbalik. Melangkah mendekat ke arah Kallana dan berdiri lebih dekat dengan wanita di sampingnya. "Kamu bisa menempati kamar yang mana pun di sini. Dan besok pagi, kita bisa jalan-jalan sekitar sini. Mungkin itu bisa buat kamu sedikit rileks."

Kallana tak lagi bisa menolak. Atau lebih tepatnya, dia mungkin tidak akan bisa menolak. Terutama saat menemukan wajah penuh harap Elemen.

"Gimana kalau Satria memilih nginep? Mas, aku-"

"Nggak masalah. Itu malah bagus. Dia bisa lihat sendiri kalau pernikahan ini nyata."

Kallana menelan ludah gugup. Ucapan Elemen malah membuatnya mendadak risau. Pria ini, tidak sedang menyindirnya, kan?

"Kamu beneran belum laper? Dari pagi Bi Okta bilang kamu nggak sempet sarapan tadi. Bahkan kita juga melewatkan jam makan siang."

Kallana menggeleng. "Aku benar-benar belum laper."

Elemen berbalik. Menghadap Kallana dan menatapnya intens.

Ia perhatikan lebih teliti wajah wanita cantik di depannya itu.

Cantik?

Wanita di depannya ini memang cantik. Elemen bahkan kadang masih tidak percaya jika wanita di depannya ini bisa secantik ini. Dia cantik yang benar-benar cantik. Untuk ukuran seorang wanita yang tidak pernah melakukan perawatan seperti kenalannya kebanyakan. Wanita ini bahkan terlihat begitu cantik.

Dia tidak banyak berdandan atau berpenampilan berlebihan. Dia cantik dengan gayanya sendiri.

Bahkan saat tidur pun, Elemen kadang sulit memalingkan wajahnya saat tidak sengaja perhatiannya tertuju pada wanita itu.

Dan anehnya lagi, Elemen merasa nyaman ketika menatap wajah itu. Seperti, dia suka ketika kedua mata itu terpejam dan Elemen menatapnya dari dekat. Atau, bibir itu tersenyum karna dirinya. Dan hanya untuknya.

Sesuatu hal yang tidak pernah ia temukan di mana pun. Pada siapa pun meski dulu wanita yang sangat ia cintai.

Karna dulu, Elemen mencintai mantan kekasihnya dengan caranya. Elemen mencintai wanita itu, dan Elemen senang ketika mereka menghabiskan waktu bersama. Bersenang-senang dengan banyak hal dan menghabiskan banyak waktu.

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Where stories live. Discover now