365 Hari | 36

554 78 2
                                    

Amarah masih menguasai seluruh tubuh Elemen, ketika ia tiba di apartemen pun. Amarah juga rasa kesal itu belum hilang, belum sirna malah semakin terasa menggerogoti seluruh tubuhnya. Berakhir, dia hanya diam tanpa melakukan apa pun. Berdiri di depan pintu dan menatap sekeliling apartemen yang sepi. Tidak ada siapa pun di sana. Semua terasa lebih kosong dan sepi membuat Elemen menghela nafas, bergerak masuk.

Langkahnya terasa berat, segalanya kian berat saat segala ucapan Satria mendadak memenuhi kepalanya.

Yang entah mengapa membuatnya kian merasa marah dan juga kesal. Jika sejak awal Satria mencintai Kallana, juga sebaliknya, kenapa mereka tidak jujur sejak awal? Kenapa Kallana setuju-setuju saja ia ajak menikah? Wanita itu bahkan setuju saat Elemen menawarkan pernikahan yang nyata. Elemen mendengus, tidak percaya jika dia di permainkan di sini.

"El, kamu baru pulang?"

Rona wajah Elemen berubah seketika, dia bahkan menarik sudut bibirnya dan mengangguk menjawab pertanyaan Bi Okta.

"Kallana ada di kamar. Sejak pulang tadi dia belum keluar dari kamar." Beritahu Bi Okta yang seketika membuat Elemen pamit masuk ke kamar.

Sejak dulu, Elemen selalu selalu berhasil mengendalikan emosinya. Dia akan bersikap seolah-olah segalanya baik-baik saja. Meski sebenarnya, tidak begitu. Ada banyak rasa marah dan emosi yang mengepung dirinya. Yang berusaha ia kendalikan, ia tahan dan juga tidak ingin ia luapkan.

Tapi, semua yang Satria katakan, yang Satria ucapkan, membuat dia seakan tak mampu mengendalikannya kali ini.

Elemen masuk ke dalam kamarnya, yang saat kakinya baru saja melangkah, dia temukan keadaan kamar yang tampak gelap gulita, tidak ada pencahayaan apa pun. Bahkan cahaya rembulan di malam hari pun tak terlihat karna tirai yang tertutup rapat. Membuat keningnya mengernyit. Tampak bingung dan heran. Bukankah Bi Okta mengatakan jika istrinya berada di kamar sejak tadi?

Mencari letak saklar lampu, ruangan itu berubah terang begitu Elemen menemukannya, dia menoleh, menemukan seseorang yang kini telah berbaring di atas ranjang. Dia tampak mengerang, terganggu dengan apa yang Elemen lakukan itu.

"Mas?" Panggilnya yang membuat Elemen bergerak mendekat. Yang entah mengapa, menemukan Wanita itu berbaring di sana, padahal biasanya Wanita itu akan sibuk di balik dapur Ketika ia baru pulang. Membuat Elemen penasaran.

Segala rasa penasarannya terjawab begitu menemukan wajah pucat itu terlihat pucat juga wajah itu yang terlihat lemah. Elemen melangakah cepat. Begerak cepat dan meletakkan asal tasnya. Seakan melupakan segala rasa marah juga kesal.

"Sayang?" Wajahnya kian panik begitu menemukan Kallana tampak pucat dengan wajah berkeringat. "Kamu baik-baik saja? Apanya yang sakit?"

Kallana beranjak bangun dengan bantuan Elemen, meringis pelan begitu ia berhasil duduk.

"Aku nggak papa, Mas."

"Mau aku antar ke dokter?"

Kallana menggeleng, tersenyum menemukan wajah panik Elemen juga bagaimana pria itu menatapnya.

"Aku nggak papa, Mas." Ujarnya. Mengusap samping wajah Elemen.

"Nggak papa tapi kamu sakit begini."

Kallana menggigit ujung bibirnya kuat, ragu untuk mengatakan yang sebenarnya pada pria di depannya ini. Melihat itu, Elemen menyentuh punggung tangan Kallana yang berada di pipinya. Mengusapnya lembut. "Kenapa?"

"Aku cuman lagi datang bulan, Mas."

"Datang bulan?"

Kallana meringis, dengan wajah menahan malu ia pun mengangguk, membenarkan ucapan suaminya itu. Menghela nafas, Elemen tampak lega mendengar itu. Dia tersenyum, menyentuh perut rata Kallana. Mengusapnya lembut hingga membuat kallana tertegun. Dia semakin terkejut saat tangan Elemen terangkat, mengusap pelipisnya yang saat ini pasti begitu berkeringat.

Kallana; Pernikahan 365 Hari (SELESAI)Where stories live. Discover now